KOMPAS.com - Gegar otak bisa dialami oleh siapa saja. Namun, yang paling berpotensi mengalami hal ini adalah atlet dan anggota militer yang kerap menghadapi benturan.
Kebanyakan orang yang mengalami gegar otak, setelah tidak sadarkan diri atau amnesia, dapat langsung pulih.
Akan tetapi, ada juga yang mengalami sindrom pasca-gegar otak. Setidaknya ada lima persen orang yang mengalami masalah seperti ini. Gejalanya seperti sakit kepala, perubahan mood, gangguan tidur, dan sakit kepala setelah mengalami benturan.
Salah satunya terjadi pada mantan pemain American football The National Football League (NFL), Ryan Miller. Dia masih harus bertarung melawan migrain, depresi, hilang ingatan, dan kejang yang sudah berlangsung selama dua tahun sejak pensiun dari liga.
Gejala neurologis ini muncul karena adanya kerusakan pembuluh darah kecil pada otak. Hal ini mengakibatkan perjalanan oksigen tersumbat dan tidak bisa memberi makan sel otak.
BACA: Menurut Studi Baru, Migrain adalah Cara Tubuh Melindungi Otak
Shai Efrati dari Universitas Tel Aviv Israel dan koleganya telah menyelidiki apakah terapi oksigen hiperbarik (berhubungan dengan tekanan udara yang lebih besar daripada normal) dapat membantu kasus semacam ini.
Dalam penelitian tersebut, pasien diminta duduk di ruang perawatan untuk diberikan oksigen murni bertekanan tinggi. Langkah ini memungkinkan pasien untuk dapat menghirup 100 persen oksigen murni yang akan dihantarkan ke otak melalui aliran darah.
Dalam penelitian yang dipublikasikan pada 2013 melalui jurnal PLOSOne ini, peneliti menemukan bahwa 40 sesi terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan selama satu jam dapat meningkatkan fungsi kognitif dan kualitas hidup 56 orang dengan sindrom pasca gegar otak.
Latar belakang pasien bermacam-macam. Ada yang pernah mengalami kecelakaan mobil, jatuh, serangan, cidera non-militer, dan lain sebagainya. Bahkan, ada pasien yang sudah mengalami kecelakaan selama enam tahun.
Sekarang, para peneliti menggunakan MRI untuk mempelajari bagaimana oksigen hiperbarik memiliki efek penyembuhan. Pada 15 pasien yang menderita luka kepala selama 6 bulan sampai 27 tahun, pengobatan itu dapat merangsang pertumbuhan kembali pembuluh darah dan saraf.
"Saat oksigen ekstra berdifusi ke daerah yang rusak, pasokan energi dan proses regeneratif dapat terjadi," kata Efrati seperti dikutip dari New Scientist, Jumat (3/11/2017).
Apa hal ini benar-benar bekerja?
Penggunaan oksigen hiperbarik untuk mengobati sindrom pasca-gegar otak masih bersifat kontroversial. Sebab, uji coba militer yang dipublikasikan dalam Journal American Medical Association (JAMA Network) pada 2015 menyimpulkan bahwa terapi ini tidak berpengaruh.
Penelitian yang saat itu dilakukan oleh Lindell Weaver dari Universitas Utah, Amerika Serikat, bersama koleganya menemukan bahwa oksigen hiperbarik memberi manfaat kepada 72 anggota militer dengan pasca gegar otak. Namuun, pengobatan ini dianggap tidak lebih dari pengobatan tipuan (sham treatment).