KOMPAS.com - Joanie Simpson bangun pada pagi hari dengan sakit punggung yang parah. Dadanya juga merasa sakit saat ia berbalik badan.
Dalam 20 menit, ia berada di ruang gawat darurat rumah sakit setempat. Ia segera dilarikan ke rumah sakit, dengan para dokter yang bersiap untuk menangani pasien dengan tanda klasik serangan jantung ini.
Namun, tes yang dijalani Simpson di Memorial Herman Heart & Vascular Institute menemukan hal yang berbeda.
Dokter mendiagnosa Simpson dengan Takotsubo cardiomyopathy, sebuah kondisi dengan gejala meniru serangan jantung.
Baca juga: Atasi Rasa Sedih Karena Patah Hati dengan Berenang
Biasanya kondisi ini terjadi setelah peristiwa emosional seperti kehilangan pasangan atau orang terkasih. Kondisi ini juga disebut dengan sindrom patah hati.
Dalam kasus ini, kejadian yang membuat Simpson merasa kehilangan adalah kematian anjingnya yang bernama Meha.
"Saya hampir tidak bisa dihibur," kata Simpson dikutip dari Science Alert, Sabtu (21/10/2017).
"Saya benar-benar menganggapnya sangat sulit." sambungnya.
Pengalaman Simpson pada 2016 ini kemudian dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine, Kamis (19/10/2017).
Meski bukan kasus yang pertama yang menghubungkan sindrom patah hati dengan stres karena kematian hewan peliharaan, namun perlu digarisbawahi bahwa berduka untuk hewan peliharaan yang sakit atau meninggal bisa seperti kehilangan pasangan.
Penelitian tersebut menemukan pemilik hewan pemeliharaan dengan hewan yang sakit kronis memiliki beban pengasuhan yang lebih tinggi terhadap stres dan kecemasan.
Ini merupakan sisi lain dari hewan peliharaan bisa membawa kesehatan dan kebahagiaan.
Baca juga: Sindrom Patah Hati Berbahaya bagi Jantung
Meha sudah seperti anak perempuan bagi Simpson.
"Anak-anak tumbuh dan hidup mandiri, jadi dia (Meha) adalah gadis kecil kami," kata Simpson.
Namun Meha mulai mengalami hari-hari yang sulit. Pada Mei 2016, Meha mengalami kesakitan sehingga Simpson membuat janji dengan dokter hewan untuk eutanasia.