Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obat Alami Belum Tentu Aman, Kasus Aristolochia Buktinya

Kompas.com - 20/10/2017, 19:15 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Hidup di Indonesia, tentu membuat kita tidak asing dengan yang namanya obat herbal seperti jamu atau yang lainnya.

Tapi penelitian yang dikemukakan baru-baru ini cukup meresahkan para pecinta obat herbal.

Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa obat herbal yang biasa digunakan di China dan Taiwan menjadi penyebab banyak kanker hati di Asia.

Jenis obat herbal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Aristolochic Acid (AA), yang diambil dari ekstrak tanaman Aristolochia.

Baca: Bijak Gunakan Obat Herbal

Ada lebih dari 500 spesies Aristolochia, 100 di antaranya telah digunakan dalam obat-obatan herbal.

"Mereka memiliki bunga teratai yang sangat indah," kata Steven Rozen dari Duke-NUS Medical School dikutip dari New Scientist Rabu (18/10/2017).

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Translational Medicine ini menyarankan untuk tidak mengkonsumsi jenis obat herbal tersebut.

Jenis obat ini sendiri ditemukan pada beberapa jenis obat herbal untuk persalinan, pencegah parasit, dan pemulih daya tahan tubuh.

Pada tahun 2013, para peneliti menemukan bahwa Senyawa dalam tanaman tersebut menyebabkan mutasi gen dan menargetkan adenin dasar, komponen kode genetik DNA.

"Serangan itu menyerang bagian genom manapun dengan kesempatan yang sama," kata Rozen.

Kasus di Seluruh Dunia

Peneliti menguji 98 tumor hati yang disimpan di rumah sakit Taiwan. Dari sampel tersebut ditemukan bahwa 78 persen mengandung pola mutasi yang mengindikasikan kanker "kemungkinan karena kontak dengan bahan kimia tersebut," kata penelitian tersebut.

Baca juga: Jual Obat Herbal Tanpa Izin, Pria Asal Tiongkok Ditangkap Polisi

Karena asam ini menyebabkan "tanda mutasi yang didefinisikan dengan baik", peneliti juga mengamati 89 sampel kanker hati di China dan menemukan 47 persen menunjukkan hal yang sama.

Di Vietnam, lima dari 26 tumor hati yang diteliti juga sama. Sedangkan di Asia Tenggara, 5 dari 9 juga mengalami hal serupa.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau