KOMPAS.com -- Menangis adalah hal yang sering dilekatkan pada perempuan. Ini karena anggapan umum bahwa perempuan lebih mudah mengeluarkan air mata dibanding laki-laki.
Mau menerimanya atau tidak, harus diakui bahwa laki-laki lebih jarang menangis daripada perempuan. Hal ini bukan hanya anggapan semata, tapi penelitian telah membuktikannya.
Baca juga: Mengapa Manusia Menangis? Sains Jelaskan Manfaatnya
Bahkan, sebuah studi oleh Professor Ad Vingerhoets dari Tilburg University, Belanda, menemukan bahwa rata-rata perempuan bisa menangis 30 hingga 64 kali dalam setahun.
Sedangkan laki-laki hanya menangis sebanyak enam hingga 17 kali dalam setahun.
Perbedaan yang sangat jomplang ini, menurut psikolog Georgia Ray, disebabkan oleh alasan sosiologi dan fisiologi.
“Laki-laki lebih jarang menangis daripada perempuan karena alasan-alasan yang alami dan dipupuk,” ujarnya.
Jadi, kenapa perempuan lebih gampang menangis daripada laki-laki?
Dia mengatakan, walaupun laki-laki memang memiliki tingkat laktogen (hormon yang ditemukan dalam air mata emosional) yang lebih rendah dibandingkan perempuan, stereotip dan ekspektasi sosial juga menghalangi laki-laki dalam menunjukkan air mata emosional mereka.
Padahal, meneteskan air mata emosional sebagai reaksi dari suatu kejadian yang menyedihkan, menyebalkan, memalukan, mengharukan, dan menyenangkan adalah bagian dari menjadi manusia.
Baca juga: Kenapa Bayi Baru Lahir Langsung Menangis? Ini Penjelasannya
Dr Nick Knight yang mendapatkan gelar doktor di bidang performa manusia berkata bahwa respons emosional berasal dari sistem limbik yang terhubung dengan sistem saraf.
Ketika Anda merasa ingin menangis, emosi memberitahu sistem saraf yang kemudian menginstruksikan kelenjar air mata untuk mulai mengalir.
Untungnya, para laki-laki tidak mengalami kerugian apa-apa dengan lebih jarang menangis dibanding perempuan.
Menurut Charles Darwin, selain mencuci mata, perilaku meneteskan air mata emosional sebenarnya tidak memiliki kegunaan apa-apa.
“Kita harus melihat tangisan sebagai hasil insidentil. (Tangisan) sama-sama tidak ada gunanya dengan sekresi air mata akibat pukulan di luar mata,” ujarnya pada tahun 1872.
Meski Professor Vingerhoets secara keras menantang teori Darwin, peneliti yang telah mempelajari mengapa manusia menangis selama lebih dari 20 tahun ini belum menemukan penjelasan dan bukti alternatif yang dapat menjustifikasikan kegunaan menangis bagi manusia.
Baca juga: Mengapa Kita Menangis Saat Sedih?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.