Perkembangan terakhir sejak konferensi pers pada Sabtu (15/3/2014) oleh Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menunjukkan bahwa pencarian difokuskan ke wilayah sekitar Samudra Hindia.
Ada dua koridor pencarian. Koridor utara adalah wilayah yang membentang dari Turkmenistan dan Kazakhstan. Koridor selatan mencakup wilayah Indonesia dan bagian selatan Samudra Hindia.
Bagaimana sebenarnya para pakar membuat dugaan sehingga mampu menetapkan lokasi pencarian MH370 yang hilang?
Celah komunikasi satelit
Tim Farrar, konsultan komunikasi satelit di Telecom, Media and Finance Associates, menulis penjelasan sederhana di The Malaysian Insider pada Minggu (16/3/2014).
Farrar menjelaskan, ada dua cara agar keberadaan pesawat bisa diketahui, yakni dengan sinyal radar dan "ping" dari satelit. Kedua sistem itu memiliki perbedaan.
Di pesawat terdapat radar sekunder atau transponder yang berguna untuk mengirimkan lokasi, ketinggian, kecepatan, dan arah gerak pesawat ke pengendali lalu lintas udara di darat.
Dengan adanya transponder itulah, pengendali lalu lintas udara di darat bisa memastikan pesawat terbang ke arah yang benar sesuai rutenya.
Radar yang akan mendeteksi pesawat tidak hanya radar sipil, tetapi juga radar militer yang punya kemampuan lebih tinggi.
Di pesawat juga terdapat Aircraft Communications Addressing and Reporting System (ACARS). Alat ini merupakan sistem yang mengirim banyak data ke pihak maskapai, pembuat pesawat, dan lainnya.
Dalam kasus hilangnya Malaysia Airlines, baik transponder, maupun ACARS, dimatikan. Oleh karenanya, pesawat hilang dari radar sipil.
ACARS diduga dimatikan sesaat setelah pesawat lepas landas. Sementara itu, radar sekunder dimatikan sekitar 45 menit setelah lepas landas.
Upaya menonaktifkan dua alat itu tak mudah. Oleh sebab itu, ada dugaan bahwa orang yang melakukannya memang sudah sangat mengetahui seluk beluk pesawat.
Saat dua alat tersebut dimatikan, saat itu pulalah muncul laporan hilang kontak dengan MH370, yakni pada Sabtu (8/3/2014) dini hari sekitar pukul 01.30 waktu Malaysia.