Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berteman Lupus dan Naskah Kuno

Kompas.com - 11/09/2012, 01:53 WIB

Oleh Herlambang Jaluardi

Pada layar televisi satu tahun lalu, sepasang mata berbingkai kaca gagal menahan air mata untuk tidak mengalir. Pemilik mata itu adalah Sinta Ridwan (27), mahasiswa Universitas Padjadjaran, Bandung, yang mengidap penyakit lupus. Dalam acara itu, dengan malu-malu, dia menerima bantuan berupa tiga laptop dan uang tunai sebesar Rp 50 juta.

”Saat saya memulai kegiatan ini, saya tidak mengharapkan bantuan,” kata Sinta sambil terbata-bata menahan haru. Bantuan dari dua perusahaan itu untuk menunjang kegiatan Sinta bersama Kelas Aksara Kuna (Aksakun) yang ia bentuk sejak 2009. Dia sedang meneliti naskah dan aksara kuno yang ada di sejumlah daerah di Indonesia.

Lewat pesan singkatnya pada suatu sore pertengahan Agustus lalu, Sinta mengabarkan sudah kembali ke Bandung dari meneliti naskah kuno selama 17 hari. Dia mendatangi beberapa lokasi, seperti Mojokerto, Malang, Bali, Lombok, Jakarta, dan kota kelahirannya, Cirebon.

Sehari sebelum berangkat, Kompas sempat berbincang dengan perempuan penggemar band indie pop Cherry Bombshell ini. Dia bercita-cita hendak membuat museum digital berisi naskah-naskah kuno dari daerah-daerah di Nusantara. ”Museum” itu rencananya bernama Filologia Nusantara.

Kunjungannya ke beberapa daerah itu dalam rangka mengumpulkan data dan bahan sebanyak mungkin. Perjalanannya pada pertengahan Juli itu merupakan perjalanan yang kedua kalinya. Pada akhir 2011, dengan menggunakan uang bantuan, dia masuk-keluar perpustakaan dan museum di wilayah Indonesia, seperti Papua, Maluku, dan Sulawesi.

Dari museum-museum itulah ia mendapati naskah-naskah dari beberapa zaman tidak dirawat dengan layak. ”Naskah-naskah sarat sejarah itu ditumpuk begitu saja, tanpa ada penanganan khusus. Dari bentuknya saja sudah terlihat lusuh, dan juga bau (apak). Kondisinya memang memprihatinkan,” kata lulusan S-2 Jurusan Filologi, Universitas Padjadjaran, ini.

Dia menuturkan, ada perpustakaan di Kalimantan yang berusaha merawat arsip kuno. Namun, caranya salah. Perpustakaan itu menumpuk arsip kuno berbahan kertas dan daun lontar di dalam plastik. Padahal, kata Sinta, cara itu justru mempercepat kerusakan akibat unsur kelembaban yang tinggi.

Perawatan yang lebih baik, lanjut Sinta, ditunjukkan oleh pengelola Perpustakaan Nasional di Jakarta. Naskah kuno disimpan di dalam ruangan berpengatur suhu udara. Namun, karena banyaknya naskah yang dimiliki perpustakaan itu, tidak semuanya bisa disimpan di dalam ruangan tersebut.

Penyelamatan

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau