Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat pengaduan tiga perempuan dari komunitas Ahmadiyah, Cikeusik, yang menghadapi berbagai ancaman, mulai penggusuran, larangan melakukan kegiatan keagamaan, sampai pemaksaan pemutusan hubungan kerja oleh pihak luar terhadap suami. Komunitas itu mengalami penyerangan pada Februari 2011.
Lima perempuan guru di daerah Bogor dipaksa mengundurkan diri atas desakan para tokoh masyarakat, dan polisi tidak bisa menjamin keamanan guru tersebut. Intimidasi terus berlangsung meski mereka pindah mengajar.
Seorang perempuan di Lombok bersama beberapa temannya tak bisa melanjutkan kuliah karena orangtua mereka terpaksa meninggalkan rumahnya. Keluarga itu kehilangan semua propertinya setelah penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah tahun 2005. Anak-anak juga mengalami pelecehan oleh guru dan teman sekolah.
”Kekerasan terhadap kelompok minoritas agama selalu diikuti penutupan akses publik dan akses ekonomi,” ujar Masruchah, Komisioner Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan juga mencatat intimidasi terhadap perempuan jemaat gereja setelah penutupan paksa Gereja Kristen Indonesia Yasmin Bogor (September, 2011) dan gereja HKBP Ciketing, Bekasi (Agustus, 2010).
Kasus-kasus itu tercakup dalam Laporan Independen Komnas Perempuan pada sesi ke-13 sidang Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui mekanisme Universal Periodic Review (UPR) di Geneva, Swiss, Mei 2012. Dalam sidang itu, Indonesia dievaluasi oleh 74 negara.
Menurut Ketua Komnas Perempuan Yunianti Chuzaifah yang mengikuti sidang tersebut,
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat kasus kekerasan, mulai dari perusakan dan pembakaran properti, sampai pengusiran terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura. Juga perusakan dan penutupan gereja secara paksa di sejumlah daerah.