Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumber Pengetahuan Penting Ada di Krakatau

Kompas.com - 13/12/2011, 21:21 WIB

KOMPAS.com - Krakatau memang tak hanya berarti petaka dan kematian. Tukirin dan para ahli botani telah memberikan pelajaran bahwa Krakatau juga sumber pengetahuan penting bagi geologi, vulkanologi, hingga biologi. Tracey Louise Parish dari Universitas Utrecht, Belanda, menyebutkan, Krakatau merupakan sebuah kasus yang unik dan tak ternilai yang mengisahkan bagaimana penghancuran dan pemulihan kehidupan kembali di alam tropis yang kompleks.

Lebih istimewa lagi karena penghancuran dan pemulihan itu tercatat sedari awal. "Biografi Pulau Krakatau sangat lengkap. Terlengkap yang pernah dibuat di dunia ini. Hanya Krakatau, pulau yang sejak letusan dinyatakan steril selalu terdata secara reguler penambahan populasinya," kata Tukirin. "Dalam hal ini, kita harus berterima kasih kepada ilmuwan dunia, khususnya Belanda, yang mencatat sejak dini."

Selain itu, munculnya Anak Krakatau juga memberikan kesempatan sekali lagi kepada peneliti untuk membangun teori tentang suksesi ekologi dan kolonisasi di sebuah pulau yang muncul dari laut. Tumbuhnya Anak Krakatau juga memberikan pembelajaran bagaimana letusan-letusan itu memengaruhi arah suksesi di pulau lain sekitarnya.

Krakatau memberikan pelajaran tentang Bumi yang hidup dan terus tumbuh. Kelahiran dan kematian gunung api, lalu kebangkitan kembali ekologi di tabula rasa, adalah pokoknya.

Namun, sudahkah kita belajar?

Hidup berdamping dengan gunung api merupakan kemestian yang dialami masyarakat Nusantara sedari dulu. Diberkahi 129 gunung api aktif, atau 30 persen dari gunung api di dunia, tak memungkinkan kita menjauhinya Di balik ancaman dan petaka yang dikirimnya, gunung api menciptakan bentang alam Nusantara yang istimewa dan unik, selain juga kekayaan mineral dan panas bumi yang berlimpah. Namun, pertanyaan kuncinya adalah bagaimana siasat kita hidup berdampingan dengan gunung-gunung api itu?

"Selama ini kita baru sedikit mengetahui soal Anak Krakatau dan juga kaldera Proto Krakatau. Penelitian tentang hal ini masih sangat kurang," kata Sutikno Bronto, "Bahkan, masih banyak masyarakat yang tidak tahu keberadaan kaldera-kaldera tua itu."

Minimnya pengetahuan dasar tentang Krakatau ini membuat pengetahuan tentang potensi ancaman dari Anak Krakatau yang terus tumbuh membesar itu juga nyaris tidak ada. Bagaimana mau melakukan mitigasi bencana jika kita tak cukup pengetahuan tentangnya. "Semuanya bermuara pada minimnya dana dan perhatian ke soal-soal gunung api," keluh Surono.

Dia menceritakan, saat Anak Krakatau menggeliat di bulan Oktober 2001 itu, selama lebih dari dua minggu, pusat kontrol gunung api di kantornya kehilangan akses langsung terhadap perkembangan Anak Krakatau dan gunung-gunung api di seluruh Indonesia. "Sambungan satelit diputus karena tagihannya tidak dibayar," kata Surono. "Akhirnya kembali ke manual, perkembangan situasi gunung api dilaporkan lewat SMS, faks, dan telepon."

Surono juga menceritakan tentang kurangnya alat, petugas pemantauan, dan tenaga ahli yang menangani gunung api. "Belum semua gunung api terpantau. Kami terpaksa memilih mitigasi terhadap gunung api yang letusannya bisa berdampak besar terhadap masyarakat," katanya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com