Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Bawah Bayangan Krakatau

Kompas.com - 21/11/2011, 17:04 WIB

Oleh Indira Permanasari, Yulvianus Harjono, dan Ahmad Arif

KOMPAS.com - Suasana perkampungan di Desa Tejang, Pulau Sebesi, Rajabasa, Lampung, Jumat (12/8/2011). Pulau Sebesi, yang semua penduduk aslinya tewas tersapu letusan Krakatau pada 1883, kembali dipenuhi warga pendatang dari Banten, Lampung, Kalimantan, hingga Nusa Tenggara Barat. Mereka tidak mempunyai memori dan rasa takut terhadap Anak Krakatau yang posisinya sangat dekat dengan Pulau Sebesi.

Kehidupan telah menggeliat di Pulau Sebesi saat matahari baru saja meninggalkan batas cakrawala. Para kuli sibuk memasukkan tandan pisang, kelapa, cokelat, dan hasil bumi lainnya ke kapal yang sandar di dermaga.

Hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari Pulau Sebesi, Gunung Anak Krakatau bergeliat. Dari Sebesi, pulau berpenghuni yang paling dekat dengan Anak Krakatau, asap putih terlihat mengepul dari puncak gunung.

Setiap kali Anak Krakatau meletus, rumah dan kebun warga pasti tertutup abu. Munawaroh (36), warga Pulau Sebesi, mengatakan, abu letusan menyelusup masuk ke rumah. "Makanan yang telah dimasak harus ditutup karena abunya di mana-mana," ujar perempuan itu.

Namun, warga Sebesi seperti tak terusik dengan aktivitas gunung itu. ”Toh, letusannya tidak pernah besar,” demikian Ahmad Suheri (45), warga Desa Tejang, Sebesi. Ahmad tak pernah terpikir, Anak Krakatau akan meletus. Di matanya, gunung itu kecil untuk bisa membawa malapetaka hingga ke desanya.

Padahal, letusan Krakatau pada Agustus 1883 pernah memusnahkan kehidupan di Pulau Sebesi. Ahli botani Belgia, Edmond Cotteau, yang datang ke Sebesi, Mei 1884, menggambarkan dalam bukunya, Krakatau en de Straat Soenda (1886), seluruh pulau ini terkubur lapisan abu bercampur batu apung hingga kedalaman lebih dari 10 meter. Ia menemukan bekas desa yang telah binasa.

"Di antara sisa rumah yang hancur dan potongan perabot rumah, ada lima puluh kerangka. Beberapa dilapisi sarung berwarna-warni. Orang-orang malang itu tercekik di bawah hujan dingin lumpur," tulisnya.

Hingga kini, warga Sebesi kerap menemukan peninggalan yang terkubur, seperti perhiasan, pecahan keramik, dan koin Belanda. Bahkan, beberapa warga juga menemukan kerangka manusia. Salah seorang warga, Hayun (39), mengatakan, peninggalan itu biasa ditemukan saat menggali sumur di kedalaman 6-8 meter.

Pendatang

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com