Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangga dan Masa Depan Manusia

Kompas.com - 02/03/2011, 11:08 WIB

Ahmad Arif

KOMPAS.com - Untuk mencapai kondisi nyaman bagi manusia, bumi butuh proses miliaran tahun. Namun, zona nyaman itu kini bergeser. Suhu bumi meningkat seiring kenaikan konsentrasi karbon di atmosfer, dampak aktivitas manusia modern. Dan, organisme yang paling cocok dengan bumi yang berubah ini ternyata dari keluarga serangga, bukan manusia.

Memang tak semua serangga sanggup bertahan terhadap perubahan iklim. ”Kebanyakan yang terancam adalah serangga predator yang berguna untuk manusia. Selain itu, juga serangga yang makannya spesifik, seperti lebah,” kata Warsito, ahli serangga dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sebaliknya, serangga kosmopolit—yang kebanyakan pembawa penyakit, baik terhadap tanaman maupun manusia—akan mengalami ledakan populasi.

Penelitian Ellen Currano dari Pennsylvania State University dalam jurnal Ecological Society of America edisi November 2010 menemukan, kenaikan suhu global masa lalu memicu ledakan populasi dan keragaman serangga pemakan daun. Ellen meneliti 9.071 fosil daun di sembilan lokasi basin Bighorn, Wyoming, Amerika Serikat. Fosil itu terbentuk 52,7 juta-59 juta tahun lalu saat konsentrasi karbon dioksida (CO) di bumi meningkat.

”Saat suhu bumi naik, kira- kira 60 juta tahun lalu, serangga tropis dan subtropis bermigrasi jauh ke utara. Sangat mungkin pemanasan global kini memicu lagi ledakan populasi dan sebaran serangga,” katanya.

Kenapa ledakan serangga terjadi seiring kenaikan suhu? Warsito menjelaskan, pemanasan global karena penambahan konsentrasi karbon menyebabkan serangga pemakan tanaman kian lapar. Peningkatan konsentrasi CO menurunkan perbandingan unsur nitrogen dalam tumbuhan. Padahal, nitrogen mutlak untuk hidup serangga. Kompensasinya, serangga akan memakan biomassa tumbuhan yang lebih banyak.

Namun, karena siklus hidup serangga memendek, kebutuhan makanan itu tetap tak terpenuhi. Ukuran serangga pun mengecil daripada di suhu dingin.

Penelitian Warsito tentang lalat pengorok daun Liriomyza huidobrensis menunjukkan, serangga jenis ini yang ada di dataran rendah dan bersuhu lebih panas berukuran lebih kecil dibandingkan sejenisnya di dataran tinggi. Ukuran mengecil, tetapi sebarannya meluas. Liriomyza huidobrensis yang baru masuk Indonesia tahun 1990-an dan hanya ditemukan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, menyebar cepat ke sejumlah daerah.

Lebih adaptif

Di tengah perbincangan meningkatnya suhu bumi dan ancaman perubahan iklim bagi banyak spesies, sejauh ini serangga yang paling siap beradaptasi. Rekam jejak keunggulan serangga jauh lebih tua dari spesies manusia.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau