Ingin Menambang Bulan, China Dibilang Terlalu Muluk-muluk

Kompas.com - 16/12/2013, 19:59 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — China berhasil mendaratkan wahana Chang'e bersama kendaraan penjelajah Bulan, Yutu, pada Sabtu (14/12/2013). Bagi China, misi ini tak cuma penjelajahan, tetapi upaya awal mewujudkan mimpi masa depan, yakni menambang Bulan.

Kendaraan penjelajah Yutu yang akan menyelidiki wilayah Sinus Iridium, Bulan, dibekali dengan radar yang bisa mendeteksi adanya mineral berharga. Salah satu mineral berharga yang diharapkan bisa ditemukan adalah Helium-3.

Helium-3 adalah sebuah isotop yang disebut sebagai "sumber energi fusi sempurna yang bisa menggantikan minyak dan gas". Diklaim, helium-3 bisa menghasilkan energi untuk kebutuhan selama 10.000 tahun.

"Setiap orang tahu bahwa energi fosil seperti gas dan batu bara akan habis suatu hari, tetapi paling tidak ada satu juta metrik ton helium-3 di Bulan," kata Quyang Ziyuan, penasihat misi Bulan China, seperti dikutip AFP, Senin (16/12/2013).

Sebagian ilmuwan mengatakan bahwa China telah menunjukkan kedigdayaannya dengan mulai mewujudkan mimpi itu.

"Tahap selanjutnya adalah melakukan sesuatu yang Amerika belum lakukan, melakukan sedikit penambangan. Mereka punya teknologi, daya beli, dan secara strategis punya ketertarikan. Jadi, kalau mereka mau, mereka bisa," kata Richard Holdaway, Direktur Britain's RAL Space Lab.

Namun, Karl Berqquist dari European Space Agency yang telah bekerja sama dengan badan antariksa China, termasuk misi Chang'e 3, mengatakan bahwa penambangan helium-3 masih sangat jauh. Biaya yang dibutuhkan terlalu besar.

Joan Johnson-Freese, profesor pertahanan dari US Naval War College di Newport, Rhode Island, mengatakan bahwa penambang helium-3 membutuhkan fasilitas seperti pesawat ulang alik yang akan membawa serta fasilitas pendaratan.

"Bahkan dengan kemampuan antariksa China, reaktor fusi masih sangat jauh. Ide menambang Bulan muncul ketika politisi menginginkan justifikasi untuk aktivitas keantariksaan. Dulu, itu dipakai oleh Amerika Serikat, sekarang dipakai oleh China," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau