Tujuh hari lamanya, gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar di Leneng (lenek), diseret oleh batu gunung yang hanyut, manusia berlari semua, sebahagian lagi naik ke bukit.
Bersembunyi di Jeringo, semua mengungsi sisa kerabat raja, berkumpul mereka di situ, ada yang mengungsi ke Samulia, Borok, Bandar, Pepumba, dan Pasalun, Serowok, Piling, dan Ranggi, Sembalun, Pajang, dan Sapit.
Di Nangan dan Palemoran, batu besar dan gelundungan tanah, duri, dan batu menyan, batu apung dan pasir, batu sedimen granit, dan batu cangku, jatuh di tengah daratan, mereka mengungsi ke Brang batun.
Ada ke Pundung, Buak, Bakang, Tana’ Bea, Lembuak, Bebidas, sebagian ada mengungsi, ke bumi Kembang, Kekrang, Pengadangan dan Puka hate-hate lungguh, sebagian ada yang sampai, datang ke Langko, Pejanggik.
Semua mengungsi dengan ratunya, berlindung mereka di situ, di Lombok tempatnya diam, genap tujuh hari gempa itu, lalu membangun desa, di tempatnya masing-masing.
(Babad Lombok)
Bahkan, dampak dari letusan Gunung Samalas yang terjadi pada tahun 1257 itu melampui imajinasi penulis babad yang ditulis dalam daun lontar ini. Letusan Samalas berdampak global dan diduga memicu kelaparan dan kematian massal di Eropa setahun setelah letusan.
“Ditemukannya ribuan kerangka manusia di London yang dipastikan berasal dari tahun 1258 kemungkinan berkaitan erat dengan dampak global dari letusan Gunung Samalas pada tahun 1257,” seperti ditulis dalam jurnal PNAS edisi akhir September 2013.
Tulisan di jurnal ini merupakan hasil penelitian 15 ahli gunung api dunia. Dari Indonesia yang terlibat adalah Indyo Pratomo, geolog dari Badan Geologi Bandung, Danang Sri Hadmoko dari Geografi Universitas Gadjah Mada dan Surono, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Sedangkan dari luar negeri yang terlibat meliputi 12 ahli dari berbagai kampus ternama di Eropa, di antaranya Frank Lavigne dari Université Panthéon-Sorbonne, Jean-Philippe Degeai dari Université Montpellier, Clive Oppenheimer dari University of Cambridge, Inggris, dan sejumlah ahli lainnya.
Mereka awalnya melacak letusan Samalas ini dari jejak rempah vulkanik yang terdapat di lapisan es kutub utara. Sebagaimana letusan Tambora yang menciptakan tahun tanpa musim panas di Eropa sehingga menyebabkan kegagalan panen dan kelaparan pada tahun 1816 atau setahun setelah letusan, letusan Samalas diduga juga memicu permasalahan serupa, bahkan mungkin lebih dahsyat.
Lihat foto lengkap di: Inilah Samalas - Rinjani yang Melumpuhkan Dunia