Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Badai Monster Mengungkap Adanya Air di Saturnus

Kompas.com - 05/09/2013, 10:16 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — Sekali setiap 30 tahun Bumi atau setara dengan satu tahun Saturnus, badai melanda belahan utara Saturnus. Terakhir, badai melanda planet itu pada tahun 2010, tumbuh menjadi badai monster yang mencapai lebar 15.000 km dan tampak oleh astronom amatir di Bumi sebagai titik putih.

Dengan bantuan data tentang badai tahun 2010 yang dimiliki oleh wahana antariksa Cassini, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan peneliti University of Wisconsin, Madison, berhasil mengungkap komposisi atmosfer planet bercincin itu.

NASA dan Lawrence Sromovsky, peneliti itu, mengungkap bahwa seperti telah diprediksi dan ditemukan lewat penelitian sebelumnya, atmosfer Saturnus memiliki air dalam bentuk es. Selain itu, atmosfer planet gas itu juga terdiri atas es amonia dan molekul lain yang diduga hidrosulfida.

Dalam publikasi di edisi terbaru jurnal Icarus tertanggal 9 September 2013, peneliti mengungkapkan bahwa penelitian ini adalah yang pertama mampu menjumpai air di Saturnus dalam bentuk es, yang tak pernah bisa dijumpai sebelumnya.

Ilmuwan memercayai, atmosfer Saturnus terdiri atas beberapa lapisan, meliputi lapisan paling bawah yang terdiri atas awan air, lapisan awan hidrosulfida dan amonia di bagian tengah, awan amonia saja di bagian atas, serta molekul yang belum diketahui di lapisan paling atas.

NASA Citra badai Saturnus yang mulai terdeteksi tahun 2010 dan berkembang hingga pertengahan 2011. Badai ini merupakan yang terbesar sejak tahun 1990.

Badai Saturnus sebenarnya bekerja seperti badai di Bumi. Namun demikian, skala badai di planet bercincin itu jauh lebih besar dan merusak. Secara vertikal, kecepatannya bisa mencapai 480 kilometer per jam.  

"Badai mulai terbentuk dari level awan air dan kemudian berkembang menjadi seperti menara penghubung yang sangat besar, seperti badai di Bumi, tetapi 10-20 kali lebih tinggi dan mencakup lebih banyak area," kata Sromovsky.

Sromovsky dalam rilis di situs web University of Wisconsin, Madison, Selasa (3/9/2013), mengatakan bahwa badai itu menarik partikel ke atas, seperti gunung berapi yang membawa material dari kedalaman. Karena itulah, material dan komposisi atmosfer Saturnus bisa terungkap.

"Air semula berada di bawah ditarik ke atas oleh proses konveksi yang sangat kuat. Uap air lalu mengalami kondensasi seiring naik ke atas. Molekul ini lalu dibungkus oleh amonium hidrosulfida dan amonia yang cepat menguap seiring suhu yang semakin menurun saat ketinggian bertambah," katanya.

Komposisi atmosfer ini hanyalah salah satu yang berhasil diungkap dengan bantuan Cassini. Sebelumnya, wahana antariksa Cassini telah menyuguhkan banyak penemuan terkait cincin Saturnus. Selain itu, Cassini juga menghasilkan potret Bumi dilihat dari Planet Saturnus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Potensi Sesar Aktif Ditemukan di Semarang, Demak, dan Kendal: Ancaman Tersembunyi di Tengah Kota
Potensi Sesar Aktif Ditemukan di Semarang, Demak, dan Kendal: Ancaman Tersembunyi di Tengah Kota
Fenomena
Penelitian: Tujuh Makanan yang Membantu Perkuat Daya Tahan Tubuh
Penelitian: Tujuh Makanan yang Membantu Perkuat Daya Tahan Tubuh
Kita
Pakar IPB: Badak Jawa Hanya Tersisa 87-100 Ekor di Ujung Kulon
Pakar IPB: Badak Jawa Hanya Tersisa 87-100 Ekor di Ujung Kulon
Oh Begitu
Jejak Manusia Purba di Sulawesi Ternyata Lebih Tua dari yang Diduga
Jejak Manusia Purba di Sulawesi Ternyata Lebih Tua dari yang Diduga
Oh Begitu
Ayam Warna-Warni: Fakta Mengejutkan di Balik Bulu Indah dan Lucu
Ayam Warna-Warni: Fakta Mengejutkan di Balik Bulu Indah dan Lucu
Oh Begitu
Mengapa Kita Makin Sering Bertemu Ular Piton? Ini Penjelasan Pakar IPB
Mengapa Kita Makin Sering Bertemu Ular Piton? Ini Penjelasan Pakar IPB
Oh Begitu
Wudingloong wui, Dinosaurus Tertua di Asia Timur Ditemukan di China
Wudingloong wui, Dinosaurus Tertua di Asia Timur Ditemukan di China
Fenomena
Dua Bintang Jadi Penyebab Bentuk Tak Biasa Nebula NGC 6072
Dua Bintang Jadi Penyebab Bentuk Tak Biasa Nebula NGC 6072
Fenomena
Mengapa Bom Atom di Hiroshima Meninggalkan Bayangan Manusia di Trotoar?
Mengapa Bom Atom di Hiroshima Meninggalkan Bayangan Manusia di Trotoar?
Oh Begitu
Bayangan Abadi di Hiroshima: Jejak Manusia yang Membisu Setelah Ledakan Bom Atom
Bayangan Abadi di Hiroshima: Jejak Manusia yang Membisu Setelah Ledakan Bom Atom
Kita
Stephenson 2 DFK 52: Raksasa Merah Misterius yang Bikin Takjub
Stephenson 2 DFK 52: Raksasa Merah Misterius yang Bikin Takjub
Fenomena
8 Fenomena Langit Spektakuler di Bulan Agustus: Parade Planet hingga Hujan Meteor
8 Fenomena Langit Spektakuler di Bulan Agustus: Parade Planet hingga Hujan Meteor
Oh Begitu
Jejak Gigi Berusia 300.000 Tahun di China: Bukti Kawin Silang Manusia dengan Homo Erectus?
Jejak Gigi Berusia 300.000 Tahun di China: Bukti Kawin Silang Manusia dengan Homo Erectus?
Kita
Bintang Laut Bokong Besar dan Si Ubi Ungu Kecil Ditemukan di Laut Dalam Argentina
Bintang Laut Bokong Besar dan Si Ubi Ungu Kecil Ditemukan di Laut Dalam Argentina
Oh Begitu
Enam Gunung Api Meletus di Rusia Setelah Gempa Dahsyat, Mengapa?
Enam Gunung Api Meletus di Rusia Setelah Gempa Dahsyat, Mengapa?
Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau