Kisah Orangutan "Pony" Bangkit Mendapatkan Kebebasan

Kompas.com - 30/07/2013, 22:47 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — Pony, orangutan yang pernah menjadi korban pelacuran, kini memperoleh satu lagi kesempatan untuk hidup bebas. Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng di Kalimantan Tengah memutuskan untuk memindahkan Pony ke Pulau Kaja sebagai langkah pra-lepasliar.

Perjalanan Pony hingga berhasil dinyatakan siap untuk pra-lepasliar menyimpan cerita tersendiri. Semuanya tentang bangkit dari dunia kelam sebagai korban pelacuran hingga kembali meraih "jati diri" sebagai orangutan.

Pony terlahir 17 tahun lalu. Pony ditemukan oleh tim Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Desa Kareng Plangi, Kalimantan Tengah, sekitar 10 tahun lalu.

Saat ditemukan, kondisi Pony sungguh mengenaskan. Sebagai korban prostitusi, bulu-bulu Pony dicukur habis. Tubuh Pony penuh dengan bekas gigitan nyamuk. Pony sering menggaruk untuk melegakan rasa gatal, tetapi garukan justru memicu infeksi.

Tim BOSF dan BKSDA berupaya membawa Pony ke tempat rehabilitasi. Orang yang memanfaatkan Pony dalam bisnis prostitusi sempat menolak, menganggap bahwa Pony adalah sumber rezeki. Pony baru berhasil dibawa ke tempat rehabilitasi pada 13 Februari 2003.

Di tempat rehabilitasi, perjuangan Pony bangkit dimulai. Pony harus mulai belajar untuk hidup mandiri sebagai orangutan, belajar menjadi liar. Ini bukan hal mudah sebab selama bertahun-tahun Pony telah "disuapi" manusia.

Pada saat awal, terlihat perilaku Pony dipengaruhi oleh perlakuan yang diterima sebelumnya. "Setiap ada teknisi laki-laki yang lewat, Pony selalu berteriak meminta perhatian. Pony tidak mau bersama babysitter (pemelihara orangutan yang biasanya seorang perempuan)," kata Manajer Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah BOSF, Anton Nurcahyo.

Pony lalu masuk sekolah orangutan. "Di sana, Pony harus belajar mulai dari cara memanjat pohon, membedakan buah yang bisa dimakan ,hingga menghindari bahaya seperti gigitan ular," kata Aton saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/7/2013).

Anton mengatakan, mengajari Pony untuk menjadi orangutan terbilang sulit. Pada usia 7 tahun saat memasuki tempat rehabilitasi, Pony seharusnya sudah mampu mandiri. Anton mengibaratkan, mengajari Pony mandiri sama sulitnya seperti mengajari remaja 15 tahun untuk membaca.

Tahun 2005, Pony sempat diberi kesempatan bebas di Pulau Bangamat lewat langkah pra-lepasliaran. Namun, Pony dinyatakan belum siap. Pony tak pernah memanjat pohon, selalu ada di tanah. Pony juga selalu mengandalkan makanan pemberian teknisi. Pony juga tak pernah mengeksplorasi hutan

Pony akhirnya ditarik kembali ke Nyaru Menteng. Ia harus belajar lebih keras lagi. Pada tahun 2010, kata Anton, Pony kembali dicoba di dilepasliarkan, tetapi kembali dianggap belum bisa hidup di alam liar.

Hingga pada 29 Juni 2013 lalu, tim BOSF kembali mencoba melakukan langkah pra-lepasliar lagi. Anton mengatakan, Pony dianggap bisa diuji coba untuk dilepasliarkan berdasarkan perilakunya yang telah menunjukkan kemandirian.

"Pony sudah semakin jarang kembali ke tempatnya. Pony juga sudah bisa memanjat pohon, membuat sarang sendiri, dan memperoleh makanan. Kalau bertemu dengan teknisi, sekarang juga sudah biasa saja," kata Anton. Pony juga dianggap sehat.

Dengan langkah pra-lepasliar ini, Pony mendapatkan kesempatan kebebasan baru. Namun, ia masih harus membuktikan bahwa dirinya adalah orangutan yang mumpuni. Tim BOSF masih akan terus memantau perilaku Pony.

"Sejauh ini selama hampir sebulan, Pony menunjukkan perilaku yang baik. Pony bisa mencari makan sendiri, cukup aktif bergerak. Di saat hampir memasuki kemarau dan air terbatas, Pony juga tidak membutuhkan tanda-tanda meminta pada manusia," kata Anton.

Setidaknya, Pony masih harus tinggal di Pulau Kaja selama 1-2 tahun. Selain agar kesiapannya hidup di hutan bisa dipastikan. Di luar itu, Pony juga harus menunggu antrean untuk dilepasliarkan. Saat ini, karena tenaga dan biaya, BOSF hanya bisa melepasliarkan 24 orangutan dalam satu tahap.

Pelepasliaran Pony, bila nanti dilakukan, bukan cuma berarti kebebasan, melainkan juga risiko. Pony harus menghadapi tantangan alam. Anton mengatakan, pernah ada orangutan yang mati setelah dilepasliarkan karena digigit ular.

Namun, risiko terbesar adalah dari manusia. Bila manusia belum sadar juga arti pentingnya pelestarian orangutan, nasib Pony nantinya bisa jadi seperti keluar mulut buaya lalu masuk mulut harimau.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau