KOMPAS.com - Para spesialis penyakit menular dan ahli epidemiologi tengah berjuang menahan meluasnya wabah virus corona Wuhan.
Salah satu cara yang mereka lakukan adalah menelusuri DNA virus yang dikenal sebagai 2019-nCoV itu.
Analisis genom virus sudah memberi petunjuk tentang asal usul wabah dan cara yang mungkin bisa dilakukan untuk mengobati infeksi.
Hingga detik ini, orang yang terinfeksi dan meninggal karena 2019-nCoV terus bertambah.
AFP melaporkan, hari ini (27/1/2020) China mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa di negeri tirai bambu itu bertambah menjadi 80. Artinya, dalam satu hari ada 24 kematian baru.
Sementara total kasus yang dikonfirmasi naik tajam menjadi 2.744.
Baca juga: Jangan Salah, Begini Cara Pakai Masker untuk Cegah Virus Corona
Dilansir Stat News, Jumat (24/1/2020), membaca DNA penting untuk membantu para peneliti memantau bagaimana 2019-nCoV berubah. Hal ini juga membantu ahli untuk mengembangkan tes diagnostik juga vaksin.
"Genetika dapat menginformasikan dengan tepat kapan sebenarnya kasus pertama terjadi dan apakah penyebaran sebenarnya terjadi lebih awal dari yang diketahui sebelumnya," kata ahli biologi molekuler Kristian Andersen dari Scripps Research.
"Ini juga dapat memberi tahu bagaimana wabah bermula. Apakah virus awalnya dimiliki hewan kemudian menginfeksi manusia, atau memang sudah banyak hewan yang awalnya terinfeksi. Setidaknya, genetika memberi tahu kita bagaimana penularan wabah dari hewan ke manusia, dan antar-manusia," imbuh dia.
Para Ilmuwan China berhasil mengurutkan genom virus pada 10 Januari 2020. Ini hanya sebulan setelah laporan kasus pneumonia pertama misterius di Wuhan, yakni 8 Desember 2019.
Apa yang dilakukan ilmuwan China menanggapi virus misterius 2019-nCoV jauh lebih cepat dibanding saat terjadi wabah SARS di akhir tahun 2002.
Kala itu para ilmuwan membutuhkan waktu lebih lama untuk mengurutkan virus corona SARS. Ketika puncak wabah SARS terjadi pada Februari 2003, urutan genomnya baru berhasil diurutkan pada April.
Sejak pengurutan sampel 2019-nCoV yang pertama, para ilmuwan berhasil mengurutkan lebih dari 24 sampel lain.
"Pengurutan genom yang dilakukan ini tergolong sangat cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya. Luar biasa," kata Andrew Rambaut, ahli evolusi virus dari Universitas Edinburgh yang juga pernah mengurutkan genom Ebola saat terjadi wabah di tahun 2014.
Total ada 29.903 genom dari virus corona Wuhan yang diurutkan ahli. Dengan banyaknya jumlah genom, ini memberi petunjuk para ahli bahwa virus corona baru ini sangat mirip SARS.
Dengan membandingkan dua lusin genom, para ilmuwan dapat menjawab pertanyaan, "kapan ini dimulai".
Rimbau berkata, 24 sampel yang didapat dari pasien di Wuhan, Shenzhen, dan Thailand menunjukkan variasi genetik yang sangat terbatas.
"Ini menandakan virus itu berasal dari leluhur yang relatif baru," katanya.
Mengingat kecepatan genom virus bermutasi, para ahli meyakini bahwa 2019-nCov sudah menginfeksi manusia jauh sebelum kasus pertama dilaporkan pada 8 Desember 2019.
Rambaut memperkirakan, virus pertama kali muncul paling awal pada 30 Oktober atau selambat-lambatnya 29 November 2019.
Andersen mengatakan, virus itu hampir bisa dipastikan bersirkulasi pada kelelawar - sama halnya SARS - tapi memiliki perantara pada satu atau lebih hewan yang kontak dengan manusia.
Leluhur virus 2019-nCoV diyakini ada dalam spesies-spesies itu untuk waktu yang tidak diketahui.
Virus itu awalnya tinggal di hewan dan tak pernah menginfeksi manusia, sampai ada satu virus yang bermutasi memiliki kemampuan menginfeksi manusia.
Dari 24 sampel, tampak bahwa infeksi ke manusia memiliki genom yang sangat seragam.
"Jika dari banyak binatang berbeda, akan ada lebih banyak keragaman genom. Tapi ini pengantar tunggal dan seragam," kata Andersen.
Sayangnya, analisis genetik tidak dapat mengidentifikasi spesien hewan apa yang menularkan virus corona ke manusia.
Namun, analisis yang dilakukan tim dari Wuhan Institute of Virology, genom virus corona 2019-nCoV 96 persen identik dengan kelelawar. Dengan demikian, kelelawar besar kemungkinan merupakan sumber aslinya.
Dalam jurnal yang terbit di New England Journal of Medicine pada Jumat (24/1/2020) menyebutkan, virus corona Wuhan 86,9 persen identik dengan virus corona SARS yang juga disebabkan oleh kelelawar.
Terkait dengan bagaimana virus dari kelelawar memasuki sel manusia, analisis tim Wuhan Institute menemukan ini mirip dengan SARS.
Baca juga: Cegah Virus Corona, 19 Pintu Masuk Indonesia Diperketat, Ini Daftarnya
"Pintu masuk" virus ke sel manusia itu disebut angiotensin converting enzyme 2 (ACE2). Ini adalah reseptor yang pertama kali ditempati protein lonjakan pada permukaan virus dan memungkinkan virus bergabung dengan sel inang.
"Jika menargetkan ACE2 dan memblokirnya, kemungkinan kita bisa mengobati pasien 2019-nCoV," catat para ilmuwan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.