Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Ungkap Mode Evolusi Baru pada Jamur Pembawa Meningitis

Kompas.com - 22/01/2020, 18:33 WIB
Amalia Zhahrina,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.COMEvolusi dan seleksi alam selalu terjadi pada tingkat DNA, di mana gen akan bermutasi dan sifat-sifat genetik akan menghilang atau bertahan seiring berjalannya waktu.

Tetapi, para ilmuwan kini berpikir, kemungkinan evolusi dapat terjadi tidak lagi melalui gen, melainkan melalui molekul yang menempel di permukaannya.

Dilansir dari LiveScience (21/1/2020), molekul-molekul tersebut dikenal sebagai kelompok metil. Fungsinya, mengubah struktur DNA dan menghidupkan atau mematikan sebuah gen.

Oleh karena itu, perubahan tersebut dikenal sebagai modifikasi epigenetik. Artinya, mereka akan selalu muncul di atas genom.

Baca juga: Jamur Mematikan Muncul di Australia, Meracuni Manusia Lewat Sentuhan

 

Manusia dan banyak organisme lainnya memiliki DNA yang dipenuhi kelompok-kelompok metil, kecuali lalat buah dan cacing gelang.

Evolusi baru pada jamur Kriptokokal Meningitis

Selain itu, jamur Cryptococcus neoformans juga merupakan organisme yang kehilangan gen kunci untuk metilasi dari masa Cretaceous, sekitar 50 hingga 150 juta tahun yang lalu.

Namun, dalam studi yang diterbitkan pada jurnal Cell megungkapkan bahwa jamur masih memiliki gugus metil pada genomnya.

Bahkan, para ilmuwan menganggap jamur C.neoformans dapat bertahan pada pengeditan epigenetik selama puluhan juta tahun. Ini semua berkat mode evolusi yang baru ditemukan.

Baca juga: Jamur: Fungsi dan Klasifikasinya

"Para peneliti di balik penelitian ini tidak berharap untuk mengungkap rahasia evolusi yang terpelihara dengan baik," ujar penulis senior Dr. Hiten Madhani, seorang profesor biokimia dan biofisika di University of California, San Francisco, dan peneliti utama di Chan Zuckerberg Biohub.

Kelompok ini biasanya mempelajari C. neoformans, untuk lebih memahami bagaimana jamur menyebabkan meningitis pada manusia.

Menurut pernyataan UCSF, jamur cenderung menginfeksi orang dengan sistem kekebalan yang lemah dan menyebabkan sekitar 20 persen dari semua kematian terkait HIV/AIDS.

Berhari-hari, Madhani dan rekan-rekannya menggali kode genetik C. neoformans untuk mencari gen kritis yang membantu ragi menyerang sel manusia.

Namun, mereka terkejut saat laporan menunjukkan materi genetik datang dihiasi dengan kelompok metil.

"Ketika kami mengetahui (C. neoformans) memiliki metilasi DNA. Saya pikir, kita harus melihat ini, tidak tahu sama sekali apa yang akan kita temukan," kata Madhani.

Pada vertebrata dan tanaman, sel menambahkan gugus metil ke DNA dengan bantuan dua enzim. Enzim pertama disebut de novo methyltransferase. Enzim ini menempel pada kelompok metil ke gen yang tidak berhias.

Enzim paprika setiap setengah helai DNA berbentuk heliks dengan pola yang sama dari kelompok metil, menciptakan desain simetris. Selama pembelahan sel, heliks ganda membuka dan membangun dua untai DNA baru dari bagian yang cocok.

Baca juga: Ancaman Serius, Infeksi Jamur Super Menyebar ke Seluruh Dunia

Pada titik inilah sebuah enzim yang disebut maintenance methyltransferase menyapu untuk menyalin semua kelompok metil dari untai asli ke setengah yang baru dibangun.

Para peneliti ini melihat pohon evolusi yang ada untuk melacak sejarah C. neoformans, yakni jamur yang menyebabkan penyakit meningitis, melalui waktu selama periode Cretaceous, nenek moyang jamur memiliki kedua enzim yang dibutuhkan untuk metilasi DNA.

Tetapi, di suatu tempat di sepanjang garis, C. neoformans kehilangan gen yang diperlukan untuk membuat de novo methyltransferase.

Mekanisme seleksi alam

Akhirnya, tim juga menemukan sebenarnya enzim membuat kesalahan dan kehilangan jejak kelompok metil setiap kali sel membelah.

Baca juga: Infeksi Jamur Bisa sebabkan Gangguan Mental?

Ketika dibesarkan dalam cawan petri, sel C. neoformans kadang-kadang memperoleh kelompok metil baru secara kebetulan, mirip dengan bagaimana mutasi acak muncul dalam DNA.

Tim juga memperkirakan, sekitar 7.500 generasi, setiap kelompok metil terakhir akan hilang, sehingga enzim pemeliharaan tidak dapat disalin.

Mengingat kecepatan C. neoformans berkembang biak, jamur seharusnya telah kehilangan semua kelompok metilnya dalam waktu sekitar 130 tahun.

"Karena tingkat kehilangan lebih tinggi dari tingkat perolehan, sistem perlahan-lahan akan kehilangan metilasi dari waktu ke waktu jika tidak ada mekanisme untuk mempertahankannya di sana" sambung Madhani.

Menurutnya, mekanisme adalah seleksi alam. Artinya, meskipun C. neoformans mendapatkan kelompok metil baru yang jauh lebih lambat daripada kehilangan mereka, metilasi secara dramatis meningkatkan kebugaran organisme, yang berarti ia dapat mengimbangi individu dengan metilasi yang lebih sedikit.

Individu yang cocok akan menang dari mereka yang memiliki kelompok metil lebih sedikit. Dengan demikian, tingkat metilasi tetap lebih tinggi selama jutaan tahun.

Baca juga: Infeksi Jamur yang Bisa Berakibat Kematian

Namun, Madhani mengungkapkan keunggulan evolusioner yang diberikan kelompok metil terhadap C. neoformans adalah melindungi genom jamur dari kerusakan yang berpotensi mematikan.

Transposon, yang juga dikenal sebagai gen pelompat, melompat-lompat di sekitar genom dan sering memasukkan diri ke tempat-tempat yang sangat tidak nyaman.

Misalnya, transposon dapat melompat ke pusat gen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup sel sehingga sel itu akan rusak atau mati.

Banyak misteri yang masih mengelilingi metilasi DNA dalam C. neoformans. Selain menyalin kelompok metil antara untai DNA, pemeliharaan methyltransferase tampaknya menjadi penting ketika sampai pada bagaimana jamur menyebabkan infeksi pada manusia, menurut sebuah penelitian tahun 2008 oleh Madhani.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Jamur Penyuka Emas di Australia, Apa Maksudnya?

Tanpa enzim yang utuh, organisme tidak dapat meretas ke dalam sel secara efektif. "Kami tidak tahu mengapa itu diperlukan untuk infeksi yang efisien," kata Madhani.

Enzim juga membutuhkan sejumlah besar energi kimia untuk berfungsi dan hanya menyalin gugus metil ke bagian kosong untai DNA yang direplikasi.

Sebagai perbandingan, menurut laporan yang diposting di server preprint bioRxiv, enzim setara dalam organisme lain tidak memerlukan energi ekstra untuk berfungsi dan kadang-kadang berinteraksi dengan DNA telanjang, tanpa kelompok metil apa pun.

Penelitian lebih lanjut akan mengungkapkan bagaimana metilasi bekerja pada C. neoformans, jamur yang sebabkan meningitis, dan apakah bentuk evolusi baru yang ditemukan ini muncul pada organisme lain.

Baca juga: Jerawat tak Kunjung Sembuh? Mungkin Jamur Ini Sebabnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com