Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buktikan Bahaya Kandungan Rokok Elektrik, Ini Hasil Risetnya

Kompas.com - 21/01/2020, 17:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Pengguna aktif rokok elektronik atau rokok elektrik akan selalu berusah menyangkal bahwa rokok ini memiliki pengaruh buruk bagi kesehatannya.

Tidak sedikit di antara mereka yang mengaitkan dengan beberapa riset yang hanya ditemukan dan dilakukan oleh luar negeri saja.

Sementara di Indonesia dianggap belum ada riset yang membuktikan dampak dari rokok elektrik tersebut.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr dr Agus Dwi Susanto SpP(K), menegaskan beberapa riset di Indonesia sendiri telah dilakukan untuk mencari tahu kandungan yang ada di dalam rokok elektrik.

Baca juga: Rokok Elektrik Bukan Alternatif Berhenti Merokok, Ini Penjelasan Ahli

Hal itu dilakukan dengan tujuan agar dapat memetakan dampak yang sangat mungkin bisa timbul dari pemakaian rokok elektrik tersebut.

Dituturkan Agus, berdasarkan riset kesehatan tahun 2018 oleh RS Persahabatan, menunjukkan sekitar 70 persen pengguna rokok elektronik di Indonesia yang rutin secara reguler telah mengalami adiksi ataupun kecanduan.

Gabungan dari nikotin di urine atau ditemukannya kandungan nikotin dalam urine pada pengguna rokok elektrik itu tidak berbeda bermakna.

Atau dengan kata lain, kata dia, hampir sama dengan pada pengguna rokok konvensional, sedikitnya lima batang per hari.

Baca juga: Mengenal EVALI, Penyakit Paru Misterius akibat Rokok Elektrik

"Jadi, hasilnya ada sekitar 223 mikrogram kandungan nikotin di urinenya (pengguna rokok elektronik), belum di darahnya," kata Agus dalam acara bertajuk Pengendalian Hasil Produk Tembakau Lainnya (HTPL) di Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Artinya, kata Agus, itu juga ditemukan kandungan berbahaya dalam rokok elektrik dan telah terbukti dari riset yang dilakukan.

Selain itu, adanya riset juga yang dilakukan oleh Departemen Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Riset tersebut dilakukan penelitian percobaan dengan menggunakan hewan mencit atau tikus kecil.

Hasil dari penelitian tersebut, kata Agus, para peneliti menemukan kerusakan jaringan paru akibat dampak rokok elektrik.

Kerusakan tersebut berada di daerah alveoli atau daerah yang paling verifer dari paru, tidak berbeda dampaknya antara rokok konvensional dan rokok elektrik.

"Jadi kerusakan jaringan itu tidak berbeda," ujarnya.

Ditegaskan oleh Agus, dari fakta yang ada ini, berupa data-data penelitian meskipun baru sedikit, ternyata rokok elektrik bukan alternatif pengganti rokok konvensional.

Akan tetapi, rokok elektrik memiliki potensi dampak kesehatan yang buruknya sama dengan rokok konvensional.

"Risiko dampak kesehatan yang buruk itu akan tetap muncul apabila masyarakat masih terus menggunakan rokok elektrik ini," kata Agus.

Baca juga: Menkes Siap Tampung Aspirasi Publik soal Pro-Kontra Rokok Elektrik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com