Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/01/2020, 12:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) alias penyakit yang muncul usai imunisasi selalu dikaitkan dengan efek samping dari imunisasi itu sendiri.

Padahal, KIPI bukan merupakan efek samping. Hal tersebut dipaparkan oleh Prof Dr dr Hinky Hindra Irawan Satari SpA(K) MTropPaed dalam pengukuhan sebagai guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Sabtu (11/1/2020).

Data dari Sub Direktorat Imunisasi/Komnas KIPI, Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sebagian besar laporan KIPI setelah dilakukan pengkajian ternyata tidak terkait dengan vaksin yang diberikan (koinsiden) pada pasien.

"Mudah-mudahan dengan data ini, masyarakat bertambah yakin bahwa program imunisasi di Indonesia aman," kata Irawan.

Baca juga: Program Vaksin HPV Terhambat, Apa Kabar Anak Perempuan di Indonesia?

Sampai pada abad ini, berbagai negara di dunia telah mengendalikan 12 penyakit utama dengan imunisasi. Termasuk pembasmian cacar di dunia.

Indonesia pada tahun 1976 telah membuktikan bahwa imunisasi merupakan upaya kesehatan primer yang paling berhasil dalam mencegah penyakit.

"Imunisasi sudah terbukti merupakan upaya pencegahan di bidang kesehatan yang paling cost effective," kata Hinky.

Hingga saat ini, dalam pelaksanaannya, keamananan vaksin selalu diutamakan, dari tingkat global sampai tingkat desa.

Mekanisme pengambilan data penyebab KIPI

Pengambilan data terkait KIPI, kata Hinky, dilakukan Komnas PP-KPI dengan mengevaluasi setiap laporan dan data kejadian KIPI yang diterima, atau yang menjadi perhatian masyarakat.

Kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis secara transparan untuk selanjutnya memberi rekomendasi atau tindak lanjut.

Melalui surveilans yang baik diharapkan dapat mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan prosedur program imunisasi.

Adapun indikator kualitas program imunisasi yaitu respon yang cepat dan tepat oleh petugas kesehatan terhadap perhatian orang tua atau masyarakat tentang keamanan imunisasi, di tengah kepedulian masyarakat dan profesional tentang adanya risiko KIPI.

Baca juga: Sering Dianggap Sama, Ternyata Ini Beda Vaksinasi dengan Imunisasi

Tidak hanya itu, kegiatan pemantauan KIPI yang dilakukan meliputi menemukan kasus, melacak kasus, menganalisis kejadian, menindaklanjuti kasus, melaporkan, dan mengevaluasi kasus.

Dengan data yang ada dapat diperkirakan angka kejadian KIPI (rate KIPI) pada suatu populasi, mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada batch vaksin atau merek vaksin tertentu. Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan koinsiden atau bukan disebabkan oleh imunisasi.

Bagian yang terpenting dalam pemantauan KIPI, kata Hinky, adalah menyediakan informasi kasus KIPI atau diduga kasus KIPI secara lengkap agar dapat dengan cepat dinilai dan dianalisis untuk mengidentifikasi dan merespon suatu masalah.

"Respon merupakan suatu aspek tindak lanjut yang penting dalam pemantauan KIPI," ujarnya.

Pada pelaksanaannya, diakui Hinky, menentukan penyebab KIPI, umumnya tidak mudah. Untuk menentukan penyebab KIPI diperlukan laporan dengan keterangan lengkap dan terperinci.

Baca juga: MUI: Dalam Situasi Darurat, Imunisasi adalah Kewajiban

Data yang diperoleh dipergunakan untuk mengkaji kasus dan mengambil kesimpulan. Di Indonesia, PMS (Post Marketing Surveillance) KIPI dilakukan secara pasif dan aktif.

Pelaporan KIPI dilaksanakan secara berjenjang dari lapangan sampai ke Sekretariat KOMDA PP-KIPI melalui institusi kesehatan daerah untuk akhirnya diterima oleh Kementerian Kesehatan cq Sub Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI.

Hasil data menunjukkan tidak ada kaitannya imunisasi dengan penyakit yang muncul pada pasien tersebut setelahnya, yang berarti bahwa program imunisasi di Indonesia aman.

Karena dalam pelaksanaanya, keamanan vaksin selalu diutamakan. Dari tingkat global sampai di tingkat desa, berbagai organisasi mendukung program imunisasi, deteksi, pelaporan dan analisis selalu dilakukan.

Rekomendasi ke tatalaksana imunisasi

Hinky mengakui bahwa imunisasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

"Pendidikan dan latihan bagi tenaga kesehatan harus dilakukan secara berkala," ujarnya.

Serta, tidak semua sasaran dpat dilakukan imunisadi di fasilitas pelayanan kesehatan primer, dan oleh sebab itu pula proses mekanisme rujukan harus diperkuat.

Ilustrasi imunisasiJovanmandic Ilustrasi imunisasi

"Tidak sepatutnya pada masa ini transportasi atau biaya masalah, apalagi dengan telah diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia, alur dan prosedur perlu disempurnakan," kata dia.

Tata laksana termasuk pencegahan KIPI yang paripurna akan menjamin kesinambungan program imunisasi, yang memastikan proses tumbuh kembang optimal pada setiap anak Indonesia.

Sejalan dengan impian tercapainya Indonesia emas di tahun 2045, tutur Hinky, saat negara kita mampu bersaing dengan bangsa lain, maka sumber daya manusia Indonesia merupakan salah satu faktor penting untuk mewujudkan negara Indonesia yang adil dan makmur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau