Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Perubahan Iklim, Tanaman Tumbuh di Zona Tinggi Himalaya

Kompas.com - 13/01/2020, 09:12 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Laporan penelitian terbaru mengungkap, beberapa tanaman kini tumbuh di lokasi yang lebih tinggi di Pegunungan Himalaya, termasuk di kawasan Puncak Everest.

Para peneliti mengungkapkan tanaman-tanaman tersebut merambah zona yang lebih tinggi.

Penelitian juga menunjukkan bahwa vegetasi di beberapa lokasi berbeda di kawasan yang sama mencapai lima hingga 15 kali area dari gletser permanen dan salju.

Para ilmuwan mengatakan peningkatan vegetasi berarti bahwa keberadaan air yang disuplai gletser Himalaya bagi sekitar 1,5 juta orang di Asia Selatan dan Asia Tenggara semakin tidak menentu.

Peneliti dari Universitas Exeter di Inggris menggunakan data satelit dari 1993 hingga 2018 untuk mengukur cakupan vegetasi antara barisan pepohonan dan garis salju.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Situs Buddha Bamiyan di Afghanistan, Kenapa?

Peningkatan vegetasi

"Tren terkuat pada peningkatan cakupan vegetasi mencapai antara ketinggian 5.000 meter dan 5.500 meter (di atas permukaan laut)," kata Karen Anderson, penulis utama laporan tersebut.

"Di ketinggian yang lebih tinggi, ekspansinya cukup kuat pada daerah yang lebih datar, sementara di ketinggian yang lebih bawah (vegetasi) ditemukan di lereng yang lebih curam," ujar Anderson.

Penelitian tersebut berdasarkan pada gambar-gambar satelit Landsat milik NASA yang membagi ketinggian menjadi empat kelompok antara 4.150 hingga 6.000 meter di atas permukaa laut (mdpl).

Cakupan areanya termasuk beberapa lokasi berbeda di sepanjang kawasan Hindu Kush Himalaya, mulai dari Myanmar di timur hingga Afganistan di barat.

Hasil studi tersebut diterbitkan di jurnal Global Change Biology.

Vegetasi semakin tinggi di sekitar Everest

Di kawasan Everest, studi menemukan peningkatan vegetasi yang signifikan di semua zona ketinggian.

Tanaman-tanaman pada ketinggian tersebut termasuk rumput dan semak belukar.

Peneliti dan ilmuwan lain yang meneliti gletser dan sistem air di Himalaya telah mengkonfirmasi perubahan ini.

"Penelitian (oleh Universitas Exeter) ini sesuai dengan dugaan mengenai apa yang akan terjadi di iklim yang lebih hangat dan basah," kata Prof. Walter Immerzeel dari Fakultas Geosains di Universitas Utrecht di Belanda, yang tidak terlibat dalam penelitian.

"Ini merupakan sabuk ketinggian yang sensitif, di mana ada garis salju. Pergeseran garis salju ke tempat yang lebih tinggi di zona ini memberi kesempatan pada tanaman untuk tumbuh."

Para peneliti tidak melacak penyebab perubahan ini.

Peneliti pengatakan bergesernya garis salju ke lokasi yang semakin tinggi memungkinkan tanaman untuk tumbuh. Ini sebagai dampak perubahan iklim. Peneliti pengatakan bergesernya garis salju ke lokasi yang semakin tinggi memungkinkan tanaman untuk tumbuh. Ini sebagai dampak perubahan iklim.

Penelitian lainnya menunjukkan bahwa ekosistem Himalaya sangat rentan terhadap pergeseran vegetasi yang dipengaruhi oleh iklim.

"Kita menemukan barisan pepohonan merambah kawasan di bawah puncak pegunungan di Nepal dan China seiring kenaikan temperatur," kata Achyut Tiwari, asisten profesor di Departemen Botani di Universitas Tribhuvan, Nepal, yang telah menerbitkan "Dinamika Barisan Pepohonan di Himalaya" di jurnal Dendrochronologia.

"Jika ini terjadi pada pepohonan di elevasi yang lebih rendah, jelas saja tanaman di lokasi yang lebih tinggi juga akan bereaksi terhadap kenaikan suhu," ujar Tiwari.

Sebagian peneliti yang secara rutin mengunjungi Himalaya mengkonfirmasi gambar dari ekspansi vegetasi ini.

Tanaman "penjajah"

"Tanaman-tanaman ini memang menjajah kawasan yang pernah menjadi gletser di Himalaya," kata Elizabeth Byers, seorang ahli ekologi vegetasi yang telah menyelesaikan penelitian lapangan di bagian Himalaya di Nepal selama hampir 40 tahun.

"Di beberapa lokasi ada gletser dengan es yang bersih beberapa tahun lalu, sekarang mereka adalah batu besar yang ditutupi pecahan batu, dan di atasnya ada tanaman kecil, lumut, dan bahkan bunga," imbuhnya.

Tanaman berbunga kini dapat ditemukan di beberapa lokasi yang lebih tinggi di Himalaya. Tanaman berbunga kini dapat ditemukan di beberapa lokasi yang lebih tinggi di Himalaya.

Tak banyak yang diketahui tentang tanaman di ketinggian tersebut, karena kebanyakan penelitian ilmiah berfokus pada gletser yang menipis dan danau gletser yang berekspansi di tengah kenaikan suhu.

Peneliti lebih lanjut mengungkap detail dari penelitian lapangan terhadap vegetasi di kawasan tinggi di Himalaya yang dibutuhkan untuk memahami bagaimana tanaman berinteraksi dengan tanah dan salju.

Dampak air

"Apa makna dari perubahan vegetasi ini bagi hidrologi di kawasan tersebut merupakan salah satu pertanyaan kunci," kata Anderson.

"Apakah hal tersebut akan memperlambat mencairnya gletser dan lapisan es atau justru mempercepat prosesnya?"

Baca juga: Krisis Iklim Bikin Serangga Penyerbuk di Ekosistem Indonesia Terancam

Prof. Immerzeel dari Universitas Ultrecht University sepakat bahwa pertanyaan tersebut membutuhkan penyelidikan yang akan menjadi penting.

"Menarik juga untuk mempelajari implikasi hidrologis karena makin banyak vegetasi di ketinggian berarti semakin banyak juga proses evapotranspirasi (proses di mana air berpindah dari tanah ke atmosfer) dari kawasan tangkapan air Alpina.

"Ini juga dikarenakan kenaikan suhu sehingga semakin sedikit air tersedia untuk aliran sungai."

Kawasan Hindu Kush Himalaya melintasi delapan negara termasuk Afganistan di barat hingga Myanmar di timur. Lebih dari 1,4 miliar orang bergantung pada air di kawasan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau