KOMPAS.com - Reynhard Sinaga dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester di Inggris.
Reynhard diketahui melakukan 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria, dalam rentang waktu dua setengah tahun sejak 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017.
Hakim Suzzane Goddard dalam putusannya pada Senin (6/1) menyebutkan Reynhard “sama sekali tidak menunjukkan penyesalan” dan “tidak mempedulikan kondisi korban” ketika melakukan aksinya.
Atas perilaku brutalnya, Reynhard disebut-sebut sebagai seorang psikopat. dr Dharmawan Ardi Purnama, Sp.KJ selaku Dokter Spesialis Kejiwaan mengatakan kemungkinan tersebut cukup besar.
“Jika disebut dia (Reynhard) seorang psikopat, dilihat dari ciri-cirinya, bisa saja. Psikopat berarti orang tidak bisa merasakan perasaan. Tidak bisa empati, tidak bisa merasakan senang atau kaget atau kecewa,” tutur dr Dharmawan kepada Kompas.com, Selasa (7/1/2020).
Baca juga: Reynhard Sinaga Disebut Psikopat, Apa Bedanya dengan Sosiopat?
Psikopat adalah bagian dari kepribadian disosial (antisosial). Seorang psikopat juga memiliki respon yang lambat.
“Dia tidak peduli dan tega untuk melanggar hukum. Tidak memedulikan aspek-aspek atau kondisi orang lain atau lingkungan. Semata-mata agar tujuan dia bisa tercapai,” paparnya.
Mengapa seseorang bisa menjadi psikopat?
dr Dharmawan menjelaskan bahwa psikopat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan. Psikopat merupakan personality disorder (gangguan kepribadian) yang sebelumnya dicirikan dengan adanya personality traits (ciri kepribadian).
“Faktor genetik atau bawaan punya andil, tapi sifat itu (psikopat) diasah lewat pola asuh,” lanjutnya.
Baca juga: Apa Itu Obat GHB, Rape Drug yang Digunakan Reynhard Sinaga?
dr Dharmawan menyebutkan bahwa sulit untuk menyembuhkan psikopat.
“Sifatnya menjadi satu dengan diri kita. Kalau mau disembuhkan, penderita harus di bawah 18 tahun,” tambahnya.
Bagaimana dengan perilaku pemerkosaan yang dilakukan secara brutal oleh Reynhard? dr Dharmawan menjelaskan bahwa hal itu lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan seksual.
“Saat memerkosa dia merekam dan melakukannya berkali-kali, itu berarti bukan sekadar kebutuhan seksual. Itu penyimpangan seksual. Dia mau melakukan itu dengan lawan yang tidak sadar,” tuturnya.
Penyimpangan perilaku seksual bukan berarti penyimpangan orientasi seksual.
“Bukan masalah orientasi seksualnya sebagai gay, tapi penyimpangan perilaku seksualnya. Perkosaan itu kan tindakan agresivitas, ditambah lagi dengan tindakan merekam dan fantasi seksual lainnya,” tutup dr Dharmawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.