KOMPAS.com - Prevalensi miopi atau rabun dekat semakin meningkat di seluruh dunia. Terjadinya miopi dalam kurun waktu yang lama, jika dipengaruhi berbagai risiko, akan dapat menyebabkan komplikasi. Seperti katarak, glaukoma, retinal detachment, dan chorioretinal atrophy.
Dokter mata subspesialis lensa kontak, DR dr Tri Rahayu SpM(K) FIACLE, melakukan penelitian bersama tim dokter mata di Indonesia. Pada masyarakat urban, prevalensi miopi mencapai sekitar 52,78 persen.
Penelitian merucut di sekitar kota urban yaitu Jakarta dan Tangerang. Hasilnya, miopi pada umumnya terjadi pada anak-anak usia sekolah dengan 20,24 persen (rural) dialami anak kelas 6 SD, 35 persen murid SMP di Jakarta, 32,3 persen pada anak usia 6-15 tahun, serta 7,1-47,9 persen murid SD di Tangerang.
Sampai saat ini, penderita miopi biasanya menggunakan alat bantu yakni kacamata atau lensa kontak.
“Tapi kan anak-anak usia sekolah atau remaja itu masih banyak sekali aktivitasnya. Hobinya juga banyak. Kalau pakai alat bantu kayak kacamata gitu kan susah, mereka tidak bebas melakukan hal-hal yang mereka harus atau mau lakukan itu,” kata Tri dalam acara Ortho-K untuk koreksi mata minus dan silinder oleh JEC di Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Baca juga: Salshabilla Adriani Nyaris Buta karena Softlens, Ini Kata Dokter Mata
Nah, karena penggunaan kacamata yang tidak fleksibel tersebut, sebagian besar orang memilih untuk menggunakan lensa kontak atau softlens.
Ironisnya, lensa kontak yang banyak digunakan bukanlah lensa kontak atas rekomendasi dokter mata. Melainkan lensa kontak sembarangan yang bisa didapatkan dengan harga murah, namun kualitasnya minim. Pemakainya memiliki risiko besar terjadi infeksi dan lain sebagainya.
dr Tri menyebutkan, untuk menekan atau mengurangi miopi yang terjadi dibutuhkan operasi bedah mata untuk mengoreksi kelainan refraksi mata minus.
Namun, Tri bersama timnya di Contact Lens Service di JEC memiliki metode alternatif untuk mengoreksi kelainan refraksi mata minus dan silinder tanpa bedah. Yaitu dengan lensa kontak khusus Orthokeratology atau Ortho-K.
“Metode Ortho-K dapat menjadi alternatif untuk koreksi kelainan refraksi mata minus atau silinder bagi penderita yang ingin bebas dari pemakaian kacamata namun tidak memenuhi persyaratan untuk tindakan lasik. Atau khawatir dengan efek penggunaan softlens di pasaran,” ujar Tri.
Ortho-K adalah sebuah prosedur penggunaan lensa kontak yang didesain khusus untuk mengoreksi dan menghambat penambahan minus pada mata penggunanya.
Berbeda dengan lensa kontak pada umumnya yang berbahaya jika dipakai saat tidur, Ortho-K justru akan bekerja maksimal pada saat mata terpejam atau dalam keadaan tertidur sepanjang malam.
Lensa Ortho-K bekerja untuk mendatarkan permukaan kornea sehingga ketika dilepaskan saat bangun tidur, pasien dapat melihat dengan jelas dan dapat beraktivitas tanpa bantuan kacamata sepanjang hari.
“Kenapa ini aman (digunakan) untuk tidur? Karena bahan lensa kontak Ortho-K ini yaitu hyper-oxygen transmissibility dan high durability, sehingga memungkinkan kornea mata tetap mendapatkan asupan oksigen yang baik saat tidur,” ujarnya.
Baca juga: Pria Inggris Jadi Buta karena Pakai Lensa Kontak Saat Mandi, Kok Bisa?
Namun metode ini hanya akan mampu menangani penderita kelainan refraktif hingga minus 6 dan silinder 2,50. Metode ini juga aman untuk pengguna yang memiliki alergi, serta bersifat kontemporer dalam menekan angka minus atau silinder tersebut.
“Jadi kalau minusnya 10, Ortho-K hanya akan mampu menekan minusnya hingga tersisa menjadi minus empat. Tetapi kalau minusnya kurang dari enam, bahkan ini akan bekerja dengan lebih cepat dan tidak butuh waktu lama menggunakannya,” kata dia.
Pemakaian Ortho-K akan bergantung pada besaran minus yang diderita pasien. Semakin kecil minus yang diderita pasien maka penggunaan lensa kotak Ortho-K khusus malam hari juga tidak diperlukan dipakai setiap malam.
Begitupun sebaliknya, semakin besar minus yang diderita, intensitas penggunaan Ortho-K malam hari juga akan lebih sering. Ortho-K bisa bertahan selama empat hingga lima tahun, dengan pembersihan lensa kotak tersebut paling tidak dua bulan sekali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.