Oleh Edo S. Jaya
BELAKANGAN ini banyak film-film mengangkat bahasan persoalan gangguan mental seperti film Joker dan Midsommar.
Berkat film-film ini, banyak orang mulai peduli pada persoalan kesehatan mental dan mulai peduli pada orang yang mengidapnya. Namun ada satu reaksi lain yang timbul: ada anak-anak muda yang mengglorifikasi gangguan mental sebagai sesuatu yang keren.
Banyak anak muda tanpa bantuan profesional kesehatan mental tak ragu menyatakan di media sosial bahwa mereka mengalami gangguan mental (self diagnosis).
Padahal self diagnosis ini berbahaya baik secara fisik maupun psikis.
Sekarang hampir semua orang Indonesia baik muda maupun lanjut usia memiliki internet di genggamannya hampir 24 jam sehari.
Kini, ketika seseorang merasakan perasaan tidak nyaman dan kebingungan mengenai kondisi mental mereka, ia mungkin mencoba mencari penjelasan mengenai kesehatan mental di internet dan kemudian melakukan self diagnosis gangguan mental.
Self diagnosis berbahaya karena orang mungkin sampai pada kesimpulan yang salah terkait kondisi kesehatannya dan mengambil keputusan yang salah juga.
Beberapa pasien saya yang melakukan self diagnosis gangguan mental itu berujung menjadi pengguna narkotika dalam upaya mengobati diri.
Salah satu pasien saya akhirnya ketergantungan obat penenang karena dia merasa dirinya mengidap stres. Padahal menurut pemeriksaan saya, dia hanya memiliki “serangan panik” yang bisa ditangani dengan terapi psikologis satu sampai dua bulan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.