KOMPAS.com - Foto dan video penyerangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko polhukam) Wiranto pada Kamis siang (10/10/2019) tersebar di internet.
Dalam rekaman amatir tersebut, tampak keberadaan anak-anak usia sekolah di lokasi kejadian ikut menyaksikan tragedi tersebut.
Bukannya menjauh dari kerumunan, beberapa anak justru mendekati sumber keributan.
Namun, apakah anak yang menyaksikan kejadian kekerasan dapat mengalami trauma di masa yang akan datang dan bagaimana mengatasi hal tersebut?
Baca juga: Wiranto Ditusuk, Bagaimana Pertolongan Pertama bila Ditusuk?
Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi psikolog anak dari Pion Clinician, Astrid W.E.N.
Menurut Astrid, dampak psikologis pada anak yang menyaksikan kejadian kekerasan secara langsung dan mendadak akan berbeda.
"Kita tidak benar-benar tahu apa yang dialami anak tersebut, hingga kita melakukan pemeriksaan psikologis dan pendampingan psikologis terhadap anak-anak yang menyaksikan kejadian itu," kata Astrid, Kamis (10/10/2019).
Untuk mengetahui kondisi psikologis anak yang menjadi saksi mata tindak kekerasan, Astrid mengatakan, orangtua atau orang dewasa bisa memberi pertanyaan-pertanyaan terbuka.
"Saat dia (anak) datang (menghampiri orangtua), kita bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepadanya. Kita mencari tahu cerita dari sudut pandangnya, bagaimana kondisi emosinya, dan pikirannya. Diskusi-diskusi dimulai dari cerita yang diketahui anak" ujar dia.
Astrid pun memberikan bebera contoh pertanyaan agar cerita anak mengalir, dan apa maknanya secara psikologis.
1. Apa yang kamu lihat tadi?
Pertanyaan ini berguna untuk mengetahui bagaimana sudut pandang anak Anda terhadap kejadian tersebut.
2. Bagaimana ceritanya?
Ketika anak mulai menceritakan suatu kejadian dari sudut pandangnya, hal ini akan berguna untuk mengetahui apakah ada kekhawatiran pada anak.
3. Apa yang kamu rasakan saat itu?