KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu atau singkong terbanyak keempat di dunia setelah Nigeria, Thailand dan Brasil.
Jumlah yang dihasilkan per tahun oleh Nigeria yaitu berkisar 57 juta ton. Diikuti oleh Thailand dengan kisaran 30 juta ton, lalu Brasil dengan kisaran 23 juta ton. Indonesia sendiri memproduksi ubi kayu sekitar 20-21 juta ton singkong.
Meskipun dalam tiga tahun terakhir ini Indonesia berada di posisi ke empat terbanyak penghasil singkong, faktanya Indonesia juga pernah mengalahkan Brasil dalam penghasil singkong.
Namun, hal yang masih menjadi dilema masyarakat yaitu perihal singkong import dari negara lain seperti Thailand.
Menurut peneliti dari Pusat Bioteknologi Pertanian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) spesialis ubi, Ahmad Fathoni, kebutuhan bahan pangan dari dasar ubi seperti tepung guna membuat berbagai kudapan juga semakin tinggi di Indonesia.
"Makanya, import singkong itu ya untuk membuat kebutuhan tapioka (tepung dari ubi) itu terpenuhi. Kan di kita sendiri banyak sekali makanan konsumsi yang di buat itu bahannya singkong, tapi hasil singkong kita kadang gak cukup," kata Thoni dalam rangka media visit Bioteknologi Pertanian LIPI Cibinong sekaligus peringatan Hari Tani Nasional, Selasa (25/9/2019).
Baca juga: Hari Tani Nasional, LIPI Kenalkan Varietas Unggulan Padi dan Singkong
Pemanfaatan singkong juga beragam, yaitu menjadi makanan pokok juga bisa digunakan untuk pangan, pakan ternak, biothanol, dan beberapa industri lainnya termasuk kemasan.
"Bahkan LIPI bersama dengan beberapa UKM pengelolaan makanan berbahan mocraf ubi kayu, misal ada yang dibuat jadi mie salah satunya. Itu menjanjikan, permintaan pasar meningkat, hanya saja kendala UKM nya pasokan ubi yang kurang stabil dan harganya juga," imbuhnya.
Thoni menjelaskan hampir semua bagian pada ubi kayu bisa dimanfaatkan. Daunnya bisa diambil embrio atau gennya selain tentunya dimasak. Tak hanya daging, kulitnya juga bisa dimanfaatkan. Batangnya bisa digunakan untuk memperbanyak tanaman tersebut.
Selain itu, tanaman singkong bisa dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk di lahan sub-optimal, serta lebih tahan terhadap kekeringan.
Baca juga: Prabowo Sebut Aren dan Singkong untuk Biofuel, Apa Kata Ahli?
Banyak masyarakat yang masing beranggapan bahwa singkong merupakan makanan yang rendahan. Tetapi menurut Thoni, bahwa hal tersebut merupakan pola pikir yang harus diubah.
Singkong seharusnya tidak lagi menjadi produk sumber makanan lokal untuk ketahanan pangan, melainkan bisa dijadikan bahan pangan berkualitas.
"Kalau saya malah tertarik membahas singkong ini tentang bagaimana daya saing singkong untuk produksi dan penguatan sebagai bahan pangan berkualitas," kata Thoni.
Oleh karena itu, LIPI telah mengembangkan varietas unggul singkong yang memiliki kandungan betakaroten dengan nama Carvita 25, yang akan ditampilkan bersama dengan padi gogo, pada acara Indonesia Science Expo oleh LIPI di BSD Tangerang, 22-26 Oktober 2019 mendatang.
"Jadi yang kita ingin ya itu, mencari ubi kayu yang enak. Ubi besar, ada betakaroten, warnanya yang bagus yang kuning, juga kalau bisa itu ada vitaminnya gitu nanti," tuturnya.
Maka dari itu, ini merupakan peluang besar bagi petani di Indonesia jika ingin mengambil bagian dalam produksi ubi kayu atau singkong sebagai produsen mentahan bahkan olahan bahan utama pembuatan beragam makanan. Seperti tepung tapioka dan mocraf, atau kreasi makanan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.