Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Schadenfreude, Perasaan Senang Lihat Orang Lain Susah

Kompas.com - 18/09/2019, 13:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada sebuah penelitian tahun 2013, bayi-bayi usia sembilan bulan diperlihatkan boneka-boneka yang saling berinteraksi. Beberapa boneka “menikmati” makanan yang juga dimakan oleh bayi-bayi itu, sementara boneka lain tidak.

Saat beberapa boneka “berbuat jahat” pada boneka lain, bayi-bayi ini lebih suka melihat boneka yang tidak mendapat makanan sama yang dijahati ketimbang boneka yang mendapat makanan seperti mereka.

Kesimpulan dari semua

Penelitian-penelitian ini menunjukkan schadenfreude adalah emosi kompleks yang sepertinya termaktub mendalam pada manusia.

Ahli psikologi Scott Lilienfeld, Philippe Rochat, dan juga saya mempertimbangkan apakah ada cara menyatukan berbagai macam sisi schadenfreude ini di bawah satu payung.

Akhirnya, kami meletakkan schadenfreude sebagai suatu bentuk dehumanisasi - tindakan yang menggambarkan dan memandang orang lain lebih rendah derajatnya dari manusia.

Dehumanisasi sering dikaitkan dengan hal buruk, yaitu menghapus kemanusiaan orang lain, sebuah fenomena yang ada dalam ruang penyiksaan, medan perang, dan propaganda rasis.

Akan tetapi, ini konsepsi yang salah. Psikolog sudah menjelaskan bahwa orang sering memandang orang dalam kelompok mereka dengan istilah-istilah yang lebih manusiawi dan - dengan cara yang tidak kentara - menyangkal kemanusiaan orang yang berada di luar kelompok.

Dalam ulasan kami, kami memiliki hipotesis bahwa semakin besar empati yang seseorang rasakan terhadap orang lain, semakin kecil kemungkinan mereka merasakan schadenfreude terhadap orang tersebut.

Jadi, agar seseorang bisa merasakan schadenfeude terhadap orang lain - apakah itu lawan, orang di luar kelompok, atau pelaku kriminal - ia perlu secara halus melakukan dehumanisasi terhadap mereka. Hanya dengan begitu ia bisa merasakan senangnya melihat kesusahan orang lain.

Teori ini belum diuji, sehingga pada akhir ulasan ini, kami menyarankan beberapa cara meneliti asal-usul schadendfreude dan perbedaan individu untuk meneliti hipotesis baru ini.

Mengaitkan schadenfreude dengan dehumanisasi mungkin kedengarannya mengerikan, apalagi schadenfreude adalah emosi yang begitu universal. Tapi dehumanisasi muncul lebih sering dari yang kita kira - dan kami yakin itulah alasan kenapa muncul rasa senang saat kita melihat orang lain susah.

Shensheng Wang

Ph.D. Candidate in Psychology, Emory University

Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambilkan dari artikel berjudul "Tiga hal yang bisa dilakukan Jokowi untuk tangani kebakaran hutan di Indonesia".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau