Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/09/2019, 18:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Masih ingatkah Anda dengan teleskop antariksa raksasa di lembah gunung China yang dibangun untuk mencari tanda-tanda keberadaan alien dan mempelajari lubang hitam?

Setelah diberitakan terlantar pada 2017, teleskop bernama Teleskop Sferikal Apertur Lima Ratus Meter (FAST) dikabarkan berhasil menangkap sinyal misterius yang dikenal sebagai  ledakan radio cepat atau fast radio burst (FRB).

FRB merupakan gelombang energi yang singkat namun kuat dari bagian kosmos antariksa yang jauh. FRB pertama kali ditangkap pada 2007 kemudian muncul lebih banyak ledakan sepanjang waktu.

Baca juga: Hujan Asteroid di Bulan September

Dilansir Science Alert, Selasa (10/9/2019) para astronom telah melakukan berbagai inovasi untuk melacak FRB meskipun tidak diketahui jelas dari mana asal-usulnya.

Ahli menduga, gelombang FRB disebabkan oleh lubang hitam atau bintang neutron yang disebut dengan magnetars. Peristiwa terdeteksinya FRB oleh FAST bukanlah yang pertama kali.

FRB yang diberi nama FRB 121102 itu, pertama kali ditemukan tahun 2012 di Pusat Observasi Arecibo, Puerto Rico.

Pada saat itu, ledakan muncul beberapa kali sejak pertama meledak. Para peneliti mencatat bahwa sinyal yang berasal dari ledakan ini telah mengelilingi antariksa sekitar tiga miliar tahun cahaya untuk mencapai bumi.

Pada 30 Agustus 2019, FAST mendeteksi FRB 121102, sebelum merekam puluhan sinyal. Pada 3 September, terekam lebih dari 20 sinyal FRB. Jadi, FRB ini terlihat konsisten.

Pendeteksi dalam FAST yang disebut dengan penerima 19-sorotan cukup sensitif, terutama pada sinyal radio, melindungi dalam jarak 1.05-1.45 GHz, dan itu membuat alat ini sempurna untuk mengawasi adanya sinyal FRB 121102.

Selain itu, diperlukan juga riset lebih lanjut untuk mendeteksi adanya FRB. Ini untuk mendeteksi dugaan bahwa FRB berasal dari kerak bintang neutron tertentu.

Hipotesis lain juga menyatakan bahwa FRB 121102 memiliki asal-usul yang berbeda. Hal ini dikarenakan FRB jenis ini memiliki letupan yang sifatnya repetisi.

Setidaknya, ada data yang konkrit mengenai asal-usul FRB yang dapat dicatat oleh ilmuwan yang terkagum-kagum dengan hal adanya letupan ini.

Baca juga: Pertama di Dunia, Ilmuwan China Sukses Kloning Kucing yang Sudah Mati

"Saya hanya berpikir bahwa alam memproduksi sesuatu yang hebat seperti ini," ujar fisikawan McGill University Ziggy Pleunis kepada Science Alert, setelah memperbarui data ledakan terakhir yang diterbitkan Agustus lalu.

"Saya juga berpikir bahwa ada beberapa informasi penting dalam struktur letupan itu dan sangat menyenangkan untuk mencari tahu apa sebenarnya FRB tersebut," tutup Ziggy. (Hana Nushratu)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com