(3) Ini menciptakan lorong ke laut. Letusan kuat kemudian menghilangkan puncak gunung.
(4) Gunung mulai membentuk diri kembali dan menutup lorong.
Berbagai perubahan ini terkait dengan hilangnya puncak gunung. Kerucut dan kawah masih terlihat pada foto Sentinel. Bagian ini baru menghilang beberapa hari kemudian.
Tim Dr. Williams berpendapat longsornya lereng kemungkinan mengubah lorong gunung, dan membuka lorong baru yang mengalirkan magma langsung ke permukaan air laut.
Ini kemungkinan memicu kegiatan phreatomagmatik (bertemunya magma panas dengan air) yang terlihat pada foto-foto yang diambil sebuah pesawat yang terbang di sekitar Anak Krakatau pada akhir bulan Desember.
"Kegiatan yang terlihat pada foto-foto itu sangat sejalan dengan letusan gunung berapi laut dan ini yang menyebabkan hilang puncak gunung itu," kata Dr. Williams.
"Beberapa minggu kemudian, gunung berapi ini membentuk diri kembali, dan air kemudian berhenti masuk ke sistem magma dan Anak Krakatau 'kembali normal'.
"Kami mengkaji literatur lama dan menemukan bukti bahwa lorong berpindah ke belakang dan ke depan. Inilah yang terjadi pada Anak Krakatau sepanjang sejarah."
Dr. Williams mengakui bahwa kebanyakan model tsunami yang ada saat ini tidak dapat mereproduksi kejadian tanggal 22 Desember dengan menggunakan pergerakan volume seberat 0,1 km3, meskipun ada simulasi yang dilakukan satu tim di Prancis dengan menggunakan volume seberat 0,15 km3.
"Saya meragukannya. Model yang ada saat ini meremehkan kemampuan longsoran gunung berapi untuk memicu tsunami yang lebih besar," katanya.
Diperkirakan ada sekitar 40 gunung berapi di dunia yang dekat dengan permukaan air dan dapat menimbulkan bencana mirip dengan Anak Krakatau.
Tim Dr Williams menerbitkan kajian ini pada jurnal Geology.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.