Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Volume Runtuhan Gunung Anak Krakatau Desember 2018 Kecil, tapi Merusak

Kompas.com - 05/09/2019, 09:55 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Skala kerusakan yang diakibatkan oleh tsunami yang berasal dari gunung berapi yang longsor ke laut dipandang terlalu remeh.

Itulah kesimpulan analisis terbaru terhadap foto-foto satelit Anak Krakatau yang memperlihatkan keadaan pasca longsornya lereng pada bulan Desember tahun lalu.

Volume materi yang jatuh ke air sebenarnya relatif kecil, tetapi gelombang yang ditimbulkannya menghancurkan wilayah sekitar Selat Sunda, dengan tingkat kerusakan sama dengan skala yang kejadiannya lebih besar.

Lebih dari 400 orang meninggal dalam bencana tanggal 22 Desember 2018 sementara 7.000 orang lainnya terluka dan hampir 47.000 orang mengungsi dari rumah mereka.

Baca juga: Tubuh Gunung Anak Krakatau Hilang Lebih dari Setengah, Ini Dampaknya

Dr. Rebecca Williams dari Hull University, Inggris dan rekan-rekannya mengkaji foto-foto citra satelit yang diambil sebelum, pada saat dan setelah kegiatan gunung berapi Anak Krakatau yang memicu longsornya lereng.

Data radar ini penting untuk analisis karena teknik penginderaan jarak jauh dapat mengetahui permukaan daratan dalam keadaan gelap, tertutup awan, atau tertutup abu letusan gunung berapi.

Foto dari satelit Sentinel-1 membantu para peneliti menghitung seberapa besar lereng yang hilang. Bandingkan foto sebelum dan sesudah letusan. Longsor memicu tsunami saat memasuki air. Foto dari satelit Sentinel-1 membantu para peneliti menghitung seberapa besar lereng yang hilang. Bandingkan foto sebelum dan sesudah letusan. Longsor memicu tsunami saat memasuki air.
Foto terpenting dalam kajian Dr. Williams adalah yang didapatkan dari satelit Sentinel-1a milik Uni Eropa yang melewati bagian atas Anak Krakatau delapan jam setelah lereng bagian barat longsor ke laut, dan sebelum puncak gunung setinggi 340 meter tersebut ambruk.

Melalui foto ini, tim Dr. Williams bisa menghitung dengan akurat volume materi yang hilang saat longsor, serta mengkaji tahapan-tahapan kejadian yang kemudian menciptakan gundukan settinggi 100 meter di atas permukaan laut.

Volume daratan yang longsor diperkirakan sekitar 0,1 km3. Ini adalah sepertiga dari volume yang diperkirakan memicu tsunami yang terjadi pada tanggal 22 Desember.
Tahun 2012 para imuwan telah membuat model terkait apa yang akan terjadi jika lereng barat Anak Krakatau longsor. Mereka bahkan telah memperkirakan tinggi dan waktu kedatangan gelombang di garis pantai.

Perkiraan tersebut ternyata cukup akurat. Mereka memperkirakan tsunami menghasilkan massa seberat 0,3 km3.

"Kemungkinan terdapat sejumlah kesalahan dalam rinciannya, tetapi kami yakin bahwa tsunami disebabkan oleh porsi yang sangat kecil dari lereng yang longsor," Dr Williams menjelaskan.

"Lewat foto-foto satelit, kami menyaksikan sejumlah perubahan geomorfologi yang sangat dramatis. Ini disebabkan oleh erupsi, bukan oleh longsor yang terjadi di awal," katanya kepada BBC News.

Bagaimana Anak Krakatau berubah bentuk

Perubahan bentuk gunung anak krakatau. Perubahan bentuk gunung anak krakatau.

(1) Gunung berapi meletus secara periodik dan terus-menerus.

(2) Pada tanggal 22 Desember lereng baratnya ambruk, menyebabkan gelombang yang merusak sekitarnya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau