Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Potensi Energi Nuklir Sebagai Energi Terbarukan Indonesia

Kompas.com - 23/08/2019, 18:07 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Nuklir. Bila mendengar kata itu, sebagian besar masyarakat Indonesia akan langsung membayangkan bom dan senjata, serta dampaknya yang begitu mengerikan.

Namun, pakar fisika nuklir dan partikel, Prof Dr Terry Mart, menyatakan bahwa energi nuklir berpotensi sebagai energi terbarukan di Indonesia.

Jika dibilang berbahaya, Terry berpendapat bahwa semua hal juga bisa jadi berbahaya.

Sebagai contoh adalah pesawat. Saat lepas landas, pesawat membawa bahan bakar minyak (BBM) yang jika meledak, akan berdampak tidak hanya pesawat itu saja, melainkan juga ke wilayah sekitarnya. Namun, nyatanya sulit untuk menghindari pesawat karena telah menjadi kebutuhan.

"Sama halnya dengan nuklir, oke selagi ada yang lebih baik dan masih ada yang membuat masyarakat Indonesia merasa aman, bisa tidak menggunakan nuklir ini," kata Terry.

"Namun, bisa dikatakan energi nuklir inikan alternatif terakhir, kecuali kalau masyarakat memang masih merasa aman membakar karbon (untuk energi) sih ya silahkan," imbuh Terry.

Baca juga: Demi Kurangi Emisi Karbon, Jepang Perbanyak Penggunaan Energi Nuklir

Risiko energi nuklir

Terry mengungkapkan bahwa kekhawatiran terbesar masyarakat Indonesia perihal energi nuklir ini ialah kondisi Indonesia sendiri, yang kerap mengalami gempa dan tsunami.

Namun, dia mengatakan, kalau khawatir risiko gempa dan tsunami, kan bisa dibuat di tempat yang tidak berpotensi gempa.

Sementara itu, mengenai dampak lingkungannya, Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain untuk mengantisipasinya.

"Itu negara Amerika dan Eropa kan sudah berpuluh tahun menggunakan nuklir, kita bisa bertanya bagaimana mengatasi dampak nuklirnya. Tapi sebenarnya kalau emisi karbon, nuklir itu paling bersih dari emisi karbon," ujarnya.

Terkait sampah nuklir yang radioaktif, Terry berkata bahwa di masa depan, ada kemungkinan sampah radioaktif bisa diolah kembali menjadi energi terbarukan.

Baca juga: Demi Energi Nuklir yang Aman, Ilmuwan Amati Material Eksotis Matahari

"Kita berharap di 50 tahun mendatang atau lebih, reaktor fusi bisa dioperasikan komersial. Bahan bakarnya ditorium trisium yang radiasinya jauh lebih rendah. Itu seperti proses di matahari," katanya.

Sejauh ini, reaktor nuklir fusi telah bisa dioperasikan dalam skala riset, tetapi belum mampu untuk skala komersial. Targetnya, dalam 50 tahun reaktor fusi akan tersedia secara komersial.

Lalu, jika nantinya Indonesia bisa menggunakan reaktor fusi, maka dampak lingkungannya akan lebih baik dan bersih daripada reaktor nuklir fisi.

"Tapi, ya kita tidak bisa langsung mengoperasikan reaktor fusi jika reaktor yang fisi saja belum pernah mencoba," kata Terry.

Reaktor fisi dan reaktor fusi

Pada saat ini, sudah ada reaktor fisi yang konvensional dan tersedia secara komersial.

Reaktor fisi bekerja dengan menggunakan pemecahan atom sebagai sumber energinya. Dengan memborbardir inti atom menggunakan partikel berat, atom pecah menjadi unsur yang lebih ringan, dan dalam proses itu melepaskan energi yang teramat besar.

Baca juga: Akhir 2019, China Siap Bangun 20 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Pemecahan atom terjadi jika bahan bakar yang ada ditembak dengan neutron. Hasilnya adalah dua neutron, di mana satu neutron menggantikan neutron sebelumnya dan sisanya menjadi fisi kembali. Ini merupakan reaksi berantai sehingga bisa menghasilkan energi secara terus-menerus.

Namun, dalam prosesnya reaktor fisi juga menghasilkan banyak unsur sisa yang bersifat radioaktif dan bisa bertahan hingga ribuan tahun. Inilah yang mebuat limbah nuklir dari reaktor fisi sangat berbahaya.

Nah, reaktor fusi merupakan penggabungan atom-atom dari unsur yang ringan menjadi unsur yang lebih berat. Proses kerjanya, menurut Terry, hampir sama dengan matahari.

Proses fusi menghasilkan limbah berupa Hidrogen 3. Meski juga bersifat radioaktif, limbah ini masih jauh lebih aman daripada limbah fisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau