Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hoaks Akumulasi Energi Patahan Sunda Hampir Kritis, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 03/08/2019, 13:22 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Pada saat ini, sedang beredar kabar bohong atau hoaks yang mengklaim berasal dari grup geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) mengenai akumulasi energi patahan Sunda yang hampir kritis.

Kabar tersebut mengatakan bahwa jarak antar gempa yang semakin pendek dan aktifnya gunung Tangkuban Parahu akhir-akhir ini merupakan indikasi akumulasi energi Sunda Megathrust sudah hampir kritis. Lalu, jika titik kritis tercapai, bisa terjadi gempa bermagnitudo 9,0 yang memicu aktivitas sesar Baribis dan sesar Lembang.

Menanggapi kabar tersebut, Daryono selaku Kabid Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan ahli gempa ITB Irwan Meilano menyanggahnya.

Hoaks itu. Siapa bisa tahu itu kritis,” ujar Daryono kepada Kompas.com ketika dihubungi melalui pesan singkat pada Sabtu (3/8/2019).

Baca juga: Gempa Banten, BMKG Revisi Magnitudo Jadi 6,9 dan Kedalaman 48 Km

Narasi yang beredar

Jarak antar gempa (yang) semakin pendek dan tiba-tiba aktifnya gunung Tangkuban Perahu, bisa jadi merupakan indikasi akumulasi energi patahan Sunda (Sunda megathrust) hampir mencapai titik kritis.

Jika atas seizin Allah SWT tercapai titik tersebut, gempa yang selama ini dikhawatirkan dengan besar, 9 skala Richter, berpeluang terjadi.

Bagi Jabodetabek, yang dikhawatirkan adalah aktifnya patahan tersebut memicu pula aktivitas patahan Baribas yang memanjang dari Pasar Rebo hingga Ciputat, serta patahan Lembang di Bandung. Wallahu'alam. Persiapan diri harus dilakukan mulai sekarang.

Tanggapan para ahli

Daryono menegaskan bahwa hingga saat ini, peristiwa gempa belum dapat diprediksi oleh siapa pun. Hal ini termasuk kapan, di mana dan seberapa besar kekuatan gempa yang akan terjadi.

Baca juga: BMKG: Aktivitas Gempa Selama Juli 2019 Meningkat, Ini Rinciannya

Selain itu, gempa bumi sendiri terjadi akibat deformasi batuan tiba-tiba pada sumber gempa yang telah mengalami akumulasi medan tegangan atau stres; sehingga pemikiran bahwa sebuah gempa dapat memicu sumber gempa lain, seperti yang disebutkan dalam pesan viral, belum dapat dibuktikan secara empiris.

“Teori yang berkembang saat ini baru dapat menjelaskan bahwa sebuah gempa dapat membangkitkan picuan statik karena adanya perubahan stress di sekitar pusat gempa yang kemudian dapat meningkatkan aktivitas gempa susulan (aftershocks) di sekitar gempa utama,” jelas Daryono.

Irwan turut mengatakan bahwa tidak benar bila jarak gempa yang semakin dekat dan aktifnya Gunung Tangkuban Parahu merupakan indikasi akumulasi energi Sunda Megathrust. Menurut dia, akumulasi energi di selatan Selat Sunda telah dan sedang terkumpul sejak ratusan tahun lalu.

Di samping itu, kelanjutan sesar Baribis ke daerah Jabotabek juga masih dalam tahap riset dan belum bisa ditemukan bukti ilmiahnya sampai saat ini.

Lebih lengkap tentang sesar Baribis: Misteri Sesar Baribis di Perut Bumi Jakarta dalam Kacamata Para Ahli

Daryono pun menghimbau masyarakat agar tetap tenang, tetapi waspada dan tidak percaya kepada isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya.

Daripada hanya panik ketika mendapati pesan-pesan seperti ini, yang lebih penting adalah melakukan langkah-langkah kesiapan sebelum, saat dan setelah terjadi gempa bumi sedari sekarang.

“Siapkan bangunan rumah Anda agar sesuai dengan konstruksi aman gempa, siapkan perabotan-perabotan yang kuat dan dapat menjadi tempat perlindungan sementara saat terjadi gempa, siapkan jalur evakuasi yang aman di lingkungan tempat tinggal Anda,” tutup Daryono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau