KOMPAS.com - Dalam artikel berjudul "Selatan Jawa Berpotensi Alami Tsunami, Begini Cara Ahli Menghitungnya", kami menyinggung bukan hanya Selatan Jawa yang berpotensi mengalami tsunami, tapi sebagian besar wilayah Indonesia.
Sejarah mencatat, tsunami pernah menerjang pesisir Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan juga Papua sejak ratusan tahun lalu.
Perlu diketahui, bencana alam seperti tsunami dan gempa besar merupakan fenomena dengan siklus berulang yang artinya ratusan tahun lalu pernah terjadi, beberapa tahun belakangan terjadi, dan di masa depan pasti akan terjadi lagi.
Oleh karena itu, para ahli kegempaan dan tsunami di Indonesia mengkaji potensi bencana dengan skenario terburuk, untuk membuat kita mawas diri dan bersiap.
Skenario terburuk di sini artinya, para ahli mencari kemungkinan paling maksimum dan paling berisiko bila suatu saat tsunami menerjang suatu daerah.
Baca juga: Selatan Jawa Berpotensi Alami Tsunami, Begini Cara Ahli Menghitungnya
Lewat pemodelan potensi yang dibuat ahli tersebut, diharapkan semua elemen masyarakat mampu saling bekerja sama.
Mulai dari pejabat pemerintahan hingga tatanan RT setidaknya memiliki program tanggap bencana, agar bila sewaktu-waktu terjadi bencana alam kita semua tahu apa yang harus dilakukan dan agar masyarakat yang tinggal di pesisir pantai bisa lebih waspada.
Indonesia merupakan negara maritim dengan sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pesisir. Oleh sebab itu, mengetahui tentang potensi ancaman gempa besar dan tsunami adalah suatu kewajiban.
Widjo Kongko, ahli tsunami sekaligus Perekayasa Bidang Kelautan Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai (BTIPFP) dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan, karena Indonesia dikelilingi oleh tiga lempeng tektonik yang terus bergerak, yakni lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik.
Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah utara dan menyusup ke dalam lempeng Eurasia, sementara lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah barat.
Jalur pertemuan lempeng berada di laut sehingga apabila terjadi gempabumi besar dengan kedalaman dangkal maka akan berpotensi menimbulkan tsunami. Dari hal ini, Indonesia rawan tsunami.
Widjo berkata, ketiga lempeng tersebut saling bergerak dan tidak pernah berhenti selama Bumi berputar.
"Pertanyaannya adalah, kapan lempeng akan melepaskan energi. Itu yang tidak kita tahu," ucap Widjo.
Widjo menerangkan, selain diapit oleh tiga lempeng, Indonesia memiliki banyak sekali sesar atau patahan gempa.
Sesar-Sesar berukuran besar di kerak bumi merupakan hasil dari aksi gaya lempeng tektonik, dengan yang terbesar membentuk batas-batas antara lempeng, seperti zona subduksi atau sesar transform.
Energi yang dilepaskan menyebabkan gerakan cepat pada sesar aktif yang merupakan penyebab utama gempa bumi. Nah, tsunami umumnya disebabkan oleh gempa megathrust.
Baca juga: Katanya Bisa Memicu Tsunami Besar, Apa Sebenarnya Megathrust?
Dalam kesempatan wawancara lain, Daryono yang baru diangkat sebagai Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG pernah menerangkan tentang megathrust.
"Thrust" merujuk pada salah satu mekanisme gerak lempeng yang menimbulkan gempa dan memicu tsunami, yaitu gerak sesar naik. Dengan demikian, megathrust bisa diartikan gerak sesar naik yang besar.
Mekanisme gempa itu bisa terjadi di pertemuan lempeng benua. Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng ini disebut zona subduksi.
Menurut Daryono, zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudera bergerak ke bawah menunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi.
"Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona “patahan naik yang besar” atau populer disebut zona megathrust," kata Daryono kepada Kompas.com, Sabtu (7/4/2018).
Zona megathrust di Indonesia bukan hal baru karena sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan.
Sebagai sebuah area sumber gempa, maka zona ini dapat memunculkan gempa bumi dengan berbagai magnitudo dan kedalaman. Gempa megathrust dianggap menakutkan karena dianggap selalu bermagnitudo besar dan memicu tsunami.
"Segmentasi subduksi itu di laut dan bisa menyebabkan tsunami. Ada 16 titik megathrust yang dimiliki Indonesia," jelas Widjo sambil menunjukkan gambar kotak-kotak di laut yang tertera pada peta bencana gempa dan tsunami Indonesia di buku Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) di bawah ini.
Zona subduksi itu ada di Aceh dan sudah lepas energinya pada 2004, sehingga menimbulkan tsunami Aceh.
Kemudian di bawah zona subduksi Aceh-Andaman ada Nias-Simelue, Batu, Mentawai-Siberut, Mentawai-Pagai, Enggano, selat Sunda, Jawa Barat, selatan Jawa, Bali, Sulawesi, Banda, hingga utara Papua.
"Daerah inilah yang bisa menimbulkan gempa bumi besar dan tsunami," ungkap Widjo.
"Potensi inilah yang ingin kita sampaikan ke masyarakat. Kita sampaikan ada potensi dari data dan bukti, tapi kita enggak tahu kapan terjadinya," tutup Widjo.
Untuk lebih lengkap, dapat dilihat di tabel bawah ini, lengkap dengan sejarah gempa besarnya.