KOMPAS.com - "Dari Istana Negara, saya ingin menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh anak Indonesia. Bergembiralah dan tumbuhlah menjadi anak-anak yang sehat, cerdas, taat kepada orang tua, patuh kepada bapak dan ibu guru, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan cinta kepada Tanah Air kalian yang indah dan luas ini," kata Soeharto dalam pidato perayaan Hari Anak Nasional 35 tahun lalu.
Harapan Soeharto itu mungkin masih menjadi cita-cita dan PR bersama yang harus kita kerjakan.
Salah satu visi Presiden Jokowi lima tahun ke depan juga berhubungan dengan kesehatan anak-anak, terutama menuntaskan masalah stunting di Indonesia.
Dalam siaran pers Situs Kantor Staf Presiden (KSP), ksp.go.id, diungkap bahwa pusat pelayanan terpadu (Posyandu) sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan stunting.
Baca juga: Soal Stunting, AIMI Sebut Pembagian Asupan Tambahan Tidak Efektif
Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden, Brian Sriprahastuti, saat menjadi Keynote Speaker pada peringatan Hari Anak Nasional yang digagas 1000 Days Fund dengan tema Stunting: Costs, Causes and Courses for Action di Ruang Komunal One Pacific Place pada Minggu (21/7/2019), mengungkap posyandu di Indonesia hampir separuhnya tidak aktif.
Menurut Brian, sebagian besar Posyandu, yang seharusnya memberikan layanan 5 meja, kurang kapasitas dalam memberikan edukasi, penyuluhan dan konseling tumbuh kembang anak kepada ibu hamil dan orang tua/pengasuh balita.
Salah satu penyebabnya karena kader Posyandu tidak dibekali keterampilan tersebut.
Dengan situasi demikian, banyak orang tua dari balita di atas usia satu tahun yang sudah lulus imunisasi dasar lengkap tidak lagi datang ke Posyandu karena tidak merasakan manfaatnya.
"Saat masyarakat perkotaan memiliki alternatif seperti Rumah Sakit atau klinik, masyarakat pedesaan hanya bisa datang ke Posyandu bagaimanapun kondisinya," kata Brian.
KSP menegaskan, jika tidak segera diperbaiki, bukan tidak mungkin Posyandu akan kehilangan kepercayaan masyarakat.
Padahal, selain memberikan layanan gratis yang dekat dengan tempat tinggal, Posyandu bisa menjadi tempat para orang tua berkumpul untuk berbagi pengalaman dalam merawat dan mengasuh balita.
Peraturan Menteri Desa No.16/2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019 memposisikan stunting sebagai salah satu masalah utama di desa yang mendapatkan alokasi pendanaan.
Peraturan ini mengharuskan pemberian anggaran terhadap pelayanan gizi dan pencegahan stunting melalui pemeriksaan kesehatan ibu hamil atau menyusui di Posyandu.
Hal ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mendukung peran Posyandu sebagai garda terdepan pencegahan stunting.
Idealnya, satu Posyandu diperuntukkan bagi maksimal 100 orang balita dan mampu mencakup setidaknya 80 persen pelayanan KIA, KB dan imunisasi.
Bahkan, jika kita bertekad menjadikan Posyandu sebagai garda terdepan pencegahan stunting, maka lebih dari 50 persen keluarga dalam cakupan wilayah kerja Posyandu harus memiliki jaminan kesehatan, atau, dengan kata lain, menjadi Posyandu yang mandiri.
Baca juga: Pernah Alami Stunting Saat Kecil, Bisakah Tambah Tinggi Ketika Dewasa?
Agar mampu memberikan pelayanan optimal, para kader sejatinya tidak hanya memiliki kemampuan baca tulis tapi juga paham mengenai cara-cara memberikan edukasi baik perorangan maupun dalam kelompok kelas ibu.
Menurut Brian, salah satu tantangan yang akan dihadapi adalah membuat Posyandu tetap menjadi pilihan bagi masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.