Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan yang Mengubah Dunia: Panel Surya, demi Energi Lebih Bersih

Kompas.com - 20/06/2019, 21:37 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi perhatian banyak warga dunia beberapa tahun terakhir. Ini kemudian membuat pencarian dan penggunaan energi terbarukan terus dicanangkan.

Salah satu dari metode pencarian energi terbarukan adalah penggunaan panel surya atau juga kerap disebut solar panel.

Tujuannya adalah menggunakan cahaya matahari untuk membuat energi yang lebih bersih. Dalam beberapa tahun belakangan, solar panel banyak digunakan oleh berbagai negara.

Namun, tahukah Anda sejak kapan solar panel dibuat dan digunakan?

Baca juga: Panel Surya Tak Berfungsi saat Mendung, Mitos Atau Fakta?

Untuk menjawab hal tersebut, kita kembali pada tahun 1839 ketika fisikawan muda Edmond Becquerel menemukan efek fotovoltaik. Efek ini adalah proses yang menghasilkan tegangan atau arus listrik ketika terkena cahaya atau energi radiasi.

Terinspirasi dari karya ini, ahli matematika Peracis bernama Augustin Mouchot mulai membuat mesin bertenaga surya pada 1860-an. Tapi, ini jauh dari bayangan panel surya yang kita ketahui saat ini.

Tahun 1883, Charles Fritts dari New York menciptakan panel surya pertama dengan melapisi selenium dengan lapisan tipis emas.

Menurut Fritts, modul buatannya menghasilkan arus yang kontinyu, konstan, dan berkekuatan cukup besar. Tapi pada kenyataanny, panel surya buatan Fritts berdampak rendah.

1888, Edward Weston menerima paten dari solar panel buatannya. Dia membalikkan cara kerja bola lampu pijar.

Dengan kata lain, panel surya buatan Weston bekerja dengan mengubah panas menjadi listrik.

Hampir satu dekade kemusian, Harry Reagan dari Amerika menerima paten untuk baterai termal. Alat ini berfungsi untuk menyimpan dan melepaskan energi panas.

Jika panel surya yang kita kenal sekarang menyimpan energi listrik, buatan Reagan justru menyimpan energi panas sebelum nantinya diubah.

Tahun 1913, William Coblentz di Amerika Serikat yang membuat generator termal. Benda yang paling mendekati panel surya modern.

Alat ini menggunakan cahaya untuk menghasilkan arus listrik. Konstruksi generator termal ini cukup murah tapi kuat.

Meski begitu, ini bukanlah panel surya yang kita kenal. Generator termal ini diciptakan untuk mengubah panas langsung menjadi listrik tapi tidak dapat menyimpannya.

Baca juga: Berbagai Manfaat Panel Surya, dari Ramah Lingkungan sampai Hemat

Panel surya yang kita kenal baru dibuat sekitar tahun 1950-an oleh Bell Laboratories. Pemikir di balik kesuksesan penemuan ini adalah Daryl Chapin, Calvin Fuler, dan Gerald Pearson.

Alat ini ciptaan mereka itu dianggap sebagai perangkat praktis pertama yang bisa mengubah energi matahari menjadi listrik.

Sayangnya, panel surya pertama ini dianggap sangat mahal bagi kebanyakan orang.

Demi memecahkan masalah itu, University of Delaware menciptakan satu bangunan panel surya pertama yang disebut Solar One pada 1973. Bangunan ini dibuat dengan mengombinasikan tenaga termal dan fotovoltaik dari matahari.

Bangunan ini tidak menggunakan panel surya, tetapi justru mengintegrasikan sinar matahari langsung ke dalam atap.

Debut Solar One ini mulai membuat pemerintah AS melirik tenaga surya sebagai jawaban krisis energi. Untuk itu, pembuatan panel surya yang lebih terjangkau publik perlu dilakukan.

Selanjutnya, pemerintah AS memfasilitasi berbagai penelitian untuk menghasilkan panel surya dengan harga terjangkau.

Hingga kini, penelitian terkait panel surya murah dan dapat diakses masyarakat terus dilakukan. Beberapa negara juga telah menerapkan panel surya massal.

Di Indonesia, sejak September 2017, digalakkan Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) untuk penggunaan energi yang lebih bersih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau