Oleh Rebecca Carey
MEMPREDIKSI kapan suatu gunung berapi akan meletus merupakan hal yang sulit, tapi salah satu letusan gunung api di Hawaii baru-baru ini memberi pelajaran yang dapat membantu.
K?lauea, sebuah gunung berapi di Pulau Besar Hawaii, mungkin merupakan gunung berapi yang paling dipahami di Bumi. Hal itu karena pemantauan dan pengumpulan informasi sejak dibentuknya Hawaiian Volcano Observatory pada 1912.
Selain itu, gunung berapi ini juga berada di bawah jaringan pemantauan geofisika paling canggih di dunia.
Dari langit, satelit mengumpulkan data yang menunjukkan perubahan topografi gunung berapi ketika magma bergerak dalam seluruh sistem saluran magma internal. Di samping itu, satelit juga melihat komposisi gas vulkanik.
Dari tanah, ahli vulkanologi menggunakan sejumlah alat kimia dan fisik yang sangat sensitif untuk dapat memahami struktur sistem saluran magma itu lebih lanjut. Dengan alat-alat ini, pergerakan magma di dalam gunung berapi dapat dipelajari.
Hal utama dalam pemantauan gunung berapi adalah berkaitan dengan aktivitas kegempaan, meliputi frekuensi, tempat, dan waktu gempa bumi terjadi.
Gempa bumi dapat dipicu oleh gerakan magma di dalam gunung berapi. Pengumpulan data di lokasi gempa bumi tersebut (teknik yang dikenal sebagai triangulasi) dapat melacak jalur magma yang berada di bawah tanah.
USGS
Sebuah teknik terbaru, interferometri seismik, menggunakan getaran energi dari gelombang laut yang mengenai garis pantai yang jauh yang kemudian menempuh perjalanan melalui gunung berapi tersebut.
Perubahan kecepatan getaran ini membantu kami memetakan jejak 3 dimensi dari sistem saluran magma gunung berapi. Kami kemudian dapat mendeteksi kapan, dan bagaimana (dalam beberapa kasus) sistem saluran magma berubah.
Pemantauan ini menghasilkan “denyut” gunung berapi ketika sedang tidak aktif–suatu patokan untuk mendeteksi perubahan selama guncangan vulkanik. Hal ini terbukti menjadi temuan yang sangat berharga untuk peringatan dini, serta untuk memprediksi di mana dan kapan letusan Gunung K?lauea yang terjadi pada 3 Mei 2018.
“Denyut” K?lauea meliputi siklus inflasi (mengembang) dan deflasi (mengempis) gunung berapi saat magma bergerak masuk dan keluar dari wilayah penyimpanan di puncak gunung berapi.
Kecepatan getaran yang bergerak melalui gunung berapi dapat diprediksi selama pengamatan siklus inflasi/deflasi ini. Ketika gunung berapi mengembang, getaran bergerak lebih cepat melalui gunung berapi ketika batu dan magma terkompresi. Namun, ketika gunung berapi mengempis, kecepatan ini menurun.
Kami menggambarkan hubungan antara dua set data ini–mengembang/mengempis dan kecepatan getaran yang semakin cepat/lambat–sebagai data gabungan.