Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Letusan Gunung Berapi dapat Diprediksi dari Denyutnya

Kompas.com - 19/06/2019, 19:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Terdapat sesuatu yang berubah

Dibandingkan dengan patokan kami, data gabungan ini bergeser 10 hari sebelum erupsi K?lauea pada 3 Mei. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem saluran magma telah berubah secara signifikan.

Gunung berapi saat itu mengembang akibat penumpukan tekanan di dalam ruang magma, namun disertai dengan gelombang seismik yang semakin lambat dengan cukup dramatis, bukannya semakin cepat.

Interpretasi kami terhadap data ini adalah bahwa ruang magma puncak tidak mampu mempertahankan tekanan akibat pasokan magma yang meningkat dan membuat tonjolan itu mengembang besar. Material batu kemudian mulai pecah di sekitar ruang magma puncak.

Pecahnya bebatuan mungkin kemudian menyebabkan perubahan sistem magmatik puncak sehingga membuat lebih banyak magma dengan lebih mudah tiba di lokasi letusan sekitar 40 km jauhnya.

Seperti halnya Gunung Kilauea, set data gabungan seperti itu secara teratur dikumpulkan, diselidiki, dan ditafsirkan dalam bentuk transportasi magma pada gunung berapi lain secara global. Misalnya pada gunung berapi Piton de la Fournaise di Pulau Reunion, dan gunung berapi Etna di Italia.

Namun, pemodelan kami adalah yang pertama kali menunjukkan perubahan hubungan data gabungan dapat terjadi karena melemahnya material dalam gunung berapi sebelum terjadi letusan.

Model kerusakan yang kami terapkan sekarang dapat digunakan untuk gunung berapi lainnya yang berada dalam keadaan tidak tenang. Model ini menambah peralatan vulkanologis ketika akan memprediksi kapan dan di mana letusan yang akan datang.

Begitu banyak data, kami butuh bantuan

Ketika gunung berapi berada dalam kondisi sangat tidak tenang, volume informasi yang didapat dari data digital dan pengamatan di darat sangat ekstrem. Para ilmuwan cenderung mengandalkan pemantauan observasional terlebih dahulu, dan baru menggunakan data lainnya ketika memiliki waktu dan tenaga tambahan.

Namun, jumlah total data yang masuk (seperti dari satelit) sangat banyak, dan para ilmuwan sampai-sampai tidak bisa menganalisisnya. Pembelajaran mesin (machine learning) mungkin dapat membantu kami dalam hal ini.

Kecerdasan buatan (artificial intelligence) adalah pendatang baru dalam urusan memprediksi erupsi. Jaringan saraf (neural networks) dan algoritme lainnya dapat mengolah data bervolume tinggi yang juga kompleks untuk “belajar” membedakan antara sinyal-sinyal yang berbeda.

Sistem peringatan dini otomatis terhadap erupsi yang akan datang dengan menggunakan susunan sensor telah tersedia untuk beberapa gunung berapi saat ini, misalnya di Gunung Etna, Italia. Di masa depan, mungkin kecerdasan buatan akan membuat sistem ini lebih canggih lagi.

Deteksi dini terdengar amat mengagumkan bagi pihak berwenang yang bertanggung jawab atas keselamatan publik, tapi banyak ahli vulkanologi yang masih waspada akan penggunaannya.

Sebab, jika pendeteksi ini justru membunyikan beberapa peringatan palsu, maka kejadian ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap ilmuwan dan manajer krisis vulkanik.

Rebecca Carey

Senior Lecturer in Earth Sciences, University of Tasmania

Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambilkan dari artikel berjudul "‘Denyut’ dari suatu gunung berapi dapat digunakan untuk memprediksi letusan berikutnya".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com