KOMPAS.com - Sebuah studi baru yang dipublikasikan dalam jurnal Earth's Future mengungkapkan bahwa kita sedang memasuki "rezim
iklim baru" yang diwarnai dengan gelombang panas luar biasa pada skala yang belum pernah terjadi dalam sejarah.
Studi yang dilaksanakan oleh para peneliti dari Swiss dan Inggris Raya tersebut didasarkan pada analisis modeling terhadap gelombang panas pada tahun lalu. Mereka menemukan bahwa gelombang panas tahun lalu belum pernah terjadi dalam simulasi sejarah hingga tahun 2010.
Untuk diketahui, gelombang panas luar biasa menyapu 22 persen daerah di belahan dunia utara dari bulan Mei hingga Juli tahun lalu. Amerika Serikat dan kota-kota besar di Eropa bahkan mencatatkan bulan terpanasnya dalam sejarah, sementara kota-kota di Asia, Timur Tengah dan Afrika juga mencapai titik panas baru.
Memasuki rezim iklim baru ini, para peneliti memprediksikan bahwa luas area yang terpengaruh oleh gelombang panas seperti tahun lalu akan meningkat sebanyak 16 persen untuk setiap kenaikan panas 1 derajat celcius.
Kejadian luar biasa tersebut juga akan berulang setiap tiga tahun bila suhu
Bumi naik 1,5 derajat celcius dan setiap tahun bila suhu
bumi naik 2 derajat celcius.
Namun, melihat bahwa bumi telah memanas 1.9 derajat celcius sejak 1880, para peneliti pun menkonklusikan bahwa gelombang panas akan mencapai level berbahaya bagi ekosistem dan masyarakat dalam beberapa dekade ke depan.
Buktinya sudah dapat Anda lihat sekarang. Dalam beberapa hari terakhir, ibu kota India New Delhi mencatatkan suhu bulan Juni terpanasnya, yakno 48 derajat celcius. Beberapa kota lainnya di India bahkan melebihi 50 derajat celcius.
Hal serupa juga terjadi di San Fransisco, AS, yang pada hari Senin kemarin (10/6/2019) mencapai 37,8 derajat celcius; rekor terpanas untuk bulan Juni, Juli dan Agustus, meskipun musim panas baru dimulai.
Gelombang panas ini juga mempengaruhi negara-negara yang berada jauh di daerah Skandinavia dan menembus lingkaran Arktik, ungkap pakar meteorologi University of Helsinky, Mika Rantanen, di Twitter.
Menanggapi fenomena yang mengkhawatirkan ini; Daniel Swain, seorang peneliti di University of California at Los Angeles, menulis di akun Twitter-nya bahwa kita telah mencapai titik di mana mayoritas (mungkin hampir semua) kejadian panas ekstrem yang belum pernah ada sebelumnya dipengaruhi oleh manusia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.