KOMPAS.com - Arus mudik mulai memenuhi jalanan dari ibukota menuju daerah-daerah lain. Salah satu kota yang menjadi tujuan para pemudik tahun ini adalah Solo atau yang dikenal dengan nama resmi Surakarta.
Wilayah yang berjuluk kota budaya ini menyimpan banyak kisah sejarah. Sembari menuju kota ini, tak ada salahnya jika kita merunut kembali riwayat nama Solo dan Surakarta.
Sejarah nama Solo sendiri sebenarnya tidak lepas dari masa penjajahan. Kata Solo sebenarnya adalah pengucapan oleh orang Eropa yang tidak bisa menyebut Sala.
Ya, sebetulnya, kota ini bernama Sala.
Baca juga: Terminal Tirtonadi Solo Punya Tempat Istirahat Copet, Apa Maksudnya?
Sebelum menjadi kota seperti sekarang, Sala adalah sebuah desa yang banyak ditumbuhi tanaman sejenis pinus. Dalam serat Babad Sengkala, tanaman ini disebut dengan tanaman sala.
Desa Sala kemudian menjadi maju setelah Keraton Kasunanan memindahkan lokasi kerajaannya. Sebelumnya, Keraton Kasunanan terletak di wilayah Kartasura (hanya berjarak 11,5 km dari Solo).
Ketika etnis China di Batavia mulai ditindas oleh VOC, mereka kemudian melarikan diri ke wilayah Jawa Tengah. Mereka juga memasuki wilayah Keraton Kartasura.
Saat itu, Keraton Kartasura dianggap cukup mesra dengan Belanda. Akibatnya, terjadi pemberontakan oleh etnis China yang dipimpin Sunan Kuning kepada Keraton Kartasura.
Menyaksikan istananya hancur, Sunan Pakubuwana II kemudian memerintahkan untuk mencari lokasi untuk memindahkan kerajaan. Untuk itu, diutuslah beberapa abdi dalem mencari lokasi terbaik.
Para abdi dalem kemudian menemukan tiga lokasi yang dianggap cukup cocok untuk mendirikan pusat pemerintahan yang baru, yaitu Desa Sala, Desa Kadipolo, dan Desa Sana Sewu.
Setelah dilakukan permusyawaratan, dipilihlah Desa Sala. Alasannya adalah dilihat dari sisi geografis dan magis-religius.
Apalagi Desa Sala dianggap sebagai wilayah yang memiliki arti penting dalam hubungan sosial, politik, dan militer antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Peristiwa ini menjadi bedol keraton, karena bangunan istana di Kartasura sudah hancur lebur.
Setelah pemindahan ini, wilayah Desa Sala kemudian berkembang pesat hingga menjadi kota seperti saat ini. Namun, penyebutan nama wilayahnya kemudian bergeser dari Sala menjadi Solo karena mengikuti penyebutan banyak orang Eropa.
Untuk nama resminya, kemudian pihak keraton menggunakan nama Surakarta. Nama ini sendiri dicari dari akar kata pada istana sebelumnya, Kartasura.
Nama Kartasura sebelumnya merupakan harapan dari raja Mataram terdahulu agar bisa beribukota di Karta yang berarti tenteram.
Baca juga: Ngabuburit Asyik Sambil Jelajah Rumah Para Pangeran Keraton Surakarta
Surakarta Hadiningrat berarti harapan akan terciptanya negara yang tata tentrem karta raharja (teratur tertib aman dan damai). Selain itu, terselip harapan bahwa kerjaan ini memiliki tekad dan keberanian menghadapi segala rintangan yang menghadang (sura) untuk mewujudkan kehidupan dunia yang indah (Hadiningrat).
Kata Karta dimunculkan kembali sebagai wujud permohonan berkah dari para leluhur pendahulu dan pendirian kerajaan Mataram.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.