KOMPAS.com - Jelang mudik, PT KAI (Persero) meluncurkan kereta sleeper Luxury 2. Kabar ini menyita perhatian masyarakat Indonesia, terutama karena fasilitas yang diberikan.
Pasalnya, layanan yang diberikan KAI melalui kereta sleeper ini serupa kelas bisnis di pesawat. Sesuai namanya, kereta ini memang memiliki berbagai fasilitas mewah.
Kemewahan yang bisa didapatkan para penumpang kereta ini cukup banyak, mulai dari satu gerbong berisi 26 kursi, sandarah yang bisa merebah hingga 140 derajat, colokan power USB, makanan dan snack gratis, bantal dan selimut, hingga meja lipat dan lampu baca tiap kursi.
Meski terkesan baru, sebenarnya kereta sleeper di Indonesia telah ada sejak lama. Kereta dengan jenis semacam ini telah dikenal sejak tahun 1967, jauh sebelum kereta sleeper luxury generasi pertama lahir.
Baca juga: Ada Sejak Lama, Begini Rasa Menaiki dan Tarif Kereta Sleeper Pada 1967
Wartawan harian Kompas pada masa tersebut bahkan sempat merasakan kemewahan dari gerbong-gerbong yang bak hotel berjalan tersebut.
Kereta api dengan fasilitas mewah ini adalah KA BIMA (Biru Malam) yang mulai beroperasi pada 1967.
Sebelum KA BIMA yang bak hotel beroperasi, Indonesia memiliki jenis kereta yang disebut Kereta Api Ekspres Malam (KAEM) yang dijalan dengan tarif khusus.
Seperti kereta sleeper luxury 2, KAEM dibuat dengan gerbong-gerbong khusus dengan kelas-kelas yang lebih mewah.
Salah satu kemiripan KAEM dengan kereta sleeper luxury adalah sandaran kursinya yang bisa dimiringkan hingga berbentuk tempat tidur. Kemewahan ini ditujukan sebagai bagian dari pasar tourisme.
Tarif dari KAEM ini sendiri hampir dua kali lipat dari kereta penumpang lain pada masanya. Harga karcisnya kemudian mengalami beberapa kali revisi agar lebih terjangkau masyarakat, yaitu sekitar 3.750 rupiah.
Dengan harga karcis yang baru, kereta ini mulai dipadati penumpang. Sayangnya, tarif ini justru membuat pihak KAI merugi.
Akhirnya, KAEM tidak ubahnya dengan kereta penumpang lain dengan menghilangkan berbagai fasilitas mewahnya. KAEM kemudian berubah menjadi KA Gaya Baru.
Di sisi lain, kebutuhan akan kereta dengan segmentasi menengah ke atas masih terus dibutuhkan. Untuk itu, muncul gerbong-gerbong penumpang KA BIMA.
Gerbong-gerbong ini merupakan tipe kereta berpenumpang kelas I dan II. Tujuan dibuatnya KA BIMA ini adalah tourism dengan rute Jakarta- Jogja, Solo- Madiun sampai Surabaya.
Baca juga: Ilmuwan Lacak Bagaimana Bakteri Tangguh Menyebar di Kereta Komuter
Bak hotel berjalan, KA BIMA terbagi menjadi kabin-kabin yang disesuaikan dengan kelasnya masing-masing.
Kabin di kelas I, hanya ditempat oleh dua orang lengkap dengan fasilitas tempat cuci muka. Sedangkan kabin kelas II ditempati 3 orang tanpa fasilitas cuci muka.
Meski ada perbedaan, fasilitas umum yang didapatkan oleh penumpang KA BIMA di antaranya: AC, lampu baca untuk setiap tempat tidur tersendiri, pengeras suara musik yang dapat diatur menurut selera, tempat tidur lengkap dengan sprei dan bantal, cermin, kotak kecil berkunci untuk menyimpan barang-barang berharga dan tombol untuk memangil pramugari bila membutuhkan servis.
Dengan fasilitas tersebut, tarif KA BIMA dibanderol mulai dari harga 1.375 hingga 2.350 rupiah. Dengan harag tersebut, penumpang juga mendapatkan makan dan minum gratis.
Ingat, harga ini sudah cukup mahal pada 1967.
Meski demikian, pelayanan KA BIMA ini terbilang memuaskan. Ini terbukti ketika pada 1971, pelayanan KA BIMA mendapat pujian dari rombongan pejabat perkeretaapian Malaysia.
Artikel ini disarikan dari harian Kompas 1967-1984
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.