Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cacar Monyet Belum Ditemukan di Indonesia, Bagaimana Menghindarinya?

Kompas.com - 15/05/2019, 12:40 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com — Kabar adanya kasus cacar monyet (monkeypox atau MPX) di Singapura membuat masyarakat panik karena dikhawatirkan penyakit itu akan masuk ke Indonesia, seperti Riau atau Batam.

Berkaitan dengan kasus ini, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Mimi Yuliana Nazir mengatakan, kasus cacar monyet belum ditemukan di wilayah Riau.

"Sampai sejauh ini belum ada informasi adanya kasus monkeypox di Riau, tetapi tetap waspada sehubungan adanya penerbangan langsung Singapura-Pekanbaru," ujar Mimi dalam  keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (13/5/2019).

Menanggapi hal ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) juga mengimbau masyarakat agar tidak perlu panik dengan pemberitaan mengenai adanya penyakit monkeypox yang kemungkinan dapat masuk ke Indonesia.

Baca juga: Mengenal Penyakit Cacar Monyet yang Baru Saja Sampai ke Singapura

Meski demikian, masyarakat diimbau untuk senantiasa waspada dan menjaga kebersihan.

"Sampai saat ini belum ditemukan kasus monkeypox di Indonesia," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr Anung Sugihantono, MKes.

Monkeypox adalah penyakit akibat virus yang ditularkan melalui binatang (zoonosis).

Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada kulit atau mukosa dari binatang yang tertular virus.

Penularan pada manusia, menurut Anung, terjadi karena kontak dengan monyet, tikus gambia dan tupai, atau mengonsumsi daging binatang yang sudah terkontaminasi.

Inang utama dari virus ini adalah rodent (tikus). Seperti diberitakan sebelumnya, penularan cacar monyet dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi.

Wilayah endemik terjangkit monkeypox secara global adalah Afrika Tengah dan Barat (Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading, Liberia, Sierra Leone, Gabon, and Sudan Selatan).

Pencegahan

Anung menyatakan, monkeypox dapat dicegah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Beberapa hal yang harus dilakukan adalah cuci tangan dengan sabun, menghindari kontak langsung dengan tikus atau primata, dan membatasi pajanan langsung dengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik.

Selain itu, menghindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau material yang terkontaminasi dan menghindari kontak dengan hewan liar atau mengonsumsi daging yang diburu dari hewan liar (bush meat) juga bisa dilakukan untuk mencegah tertular monkeypox.

"Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit monkeypox agar segera memeriksakan diri jika mengalami gejala-gejala cacar monyet," ujar Anung.

Dia mengatakan, beberapa gejala cacar monyet yang perlu diperhatikan setelah pulang dari daerah endemik monkeypox antara lain demam tinggi yang mendadak, pembesaran kelenjar getah bening, dan ruam kulit dalam waktu kurang dari 3 minggu setelah kepulangan.

"Pasien juga harus menginformasikan kepada petugas kesehatan tentang riwayat perjalanannya," kata Anung.

Kepada petugas kesehatan, Anung mengingatkan agar menggunakan alat pelindung, minimal sarung tangan dan masker saat menangani pasien atau binatang yang sakit.

Gejala dan tanda

Masa inkubasi (interval dari infeksi sampai timbulnya gejala) monkeypox biasanya 6–16 hari, tetapi dapat berkisar 5–21 hari.

Gejala yang timbul berupa demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot, dan lemas.

Ruam pada kulit muncul pada wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Ruam ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapula), lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, hingga mengeras. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai ruam tersebut menghilang.

Monkeypox biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung selama 14–21 hari.

Kasus yang parah lebih sering terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien, dan tingkat keparahan komplikasi.

Kasus kematian bervariasi, tetapi kurang dari 10 persen kasus yang dilaporkan, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak. Secara umum, kelompok usia yang lebih muda tampaknya lebih rentan terhadap penyakit monkeypox.

Anung menegaskan monkeypox hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan laboratorium.

"Tidak ada pengobatan khusus atau vaksinasi yang tersedia untuk infeksi virus monkeypox. Pengobatan simptomatik dan suportif dapat diberikan untuk meringankan keluhan yang muncul," katanya.

Baca juga: Cacar Monyet dan Cacar Air Berbeda, Kenali Keduanya

Kejadian luar biasa

Monkeypox pernah menjadi KLB di beberapa wilayah. Pada 1970 terjadi kejadian luar biasa pada manusia pertama kali di Republik Demokratik Kongo. Pada 2003 dilaporkan kasus di Amerika Serikat akibat riwayat kontak manusia dengan binatang peliharaan prairie dog yang terinfeksi oleh tikus Afrika yang masuk ke Amerika. Pada 2017 terjadi kejadian luar biasa di Nigeria.

"Bulan Mei 2019 dilaporkan seorang warga negara Nigeria menderita monkeypox saat mengikuti lokakarya di Singapura. Saat ini pasien dan 23 orang yang kontak dekat dengannya diisolasi untuk mencegah penularan lebih lanjut," kata Anung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com