Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Terbukti Salah, Mengapa Banyak Orang Percaya Imunisasi Sebabkan Autisme?

Kompas.com - 29/04/2019, 11:40 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Imunisasi atau vaksinasi adalah suatu tindakan pemberian zat yang berasal dari kuman, baik yang sudah mati ataupun yang dilemahkan. Diharapkan dengan pemberian vaksin ini, sistem pertahanan tubuh mengenali kuman tersebut, sehingga tubuh bisa mengatasinya apabila suatu saat terinfeksi.

Imunisasi pada anak menjadi topik perdebatan yang tidak kunjung usai. Beberapa orangtua tidak memberikan imunisasi pada anak dikarenakan takut akan adanya efek samping autisme, walaupun banyak penelitian terakhir yang menyatakan sebaliknya.

Kisah Awal

Kontroversi imunisasi ini dimulai pada tahun 1998, dr Andrew Wakefield beserta rekannya melakukan penelitian dengan sampel sejumlah 8 anak yang mengalami gejala awal autisme setelah menerima imunisasi MMR 1 bulan sebelumnya.

Baca juga: Sering Dianggap Sama, Ternyata Ini Beda Vaksinasi dengan Imunisasi

Selain itu, pada delapan anak ini juga ditemukan adanya gangguan pencernaan. Selanjutnya dilakukan endoskopi dan ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening saluran pencernaan.

Dokter Andrew kemudian menganggap bahwa vaksin MMR menyebabkan peradangan pada usus, sehingga protein yang seharusnya tidak berada di aliran darah bisa masuk dan mengalir sampai ke otak, di mana protein ini menyebabkan gangguan perkembangan.

Teori lain menyatakan bahwa thimesoral, senyawa etilmerkuri yang terdapat pada vaksin, merupakan zat toksin bagi sistem saraf manusia. Selain itu, disebutkan juga bahwa pemberian vaksin yang bersamaan dapat melemahkan sistem imun tubuh yang berujung pada autisme yang diderita anak.

Berbagai Mitos Tak Benar

Berbagai teori tersebut menyebabkan orangtua berpikir dua kali saat akan memberikan imunisasi bagi anak. Akibatnya, timbul penyakit endemik yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi, seperti campak di Inggris dan Wales pada tahun 2008.

Contoh lainnya adalah polio yang kembali mewabah di Sukabumi yang berjarak hanya beberapa jam dari ibukota, padahal pada tahun 1995 lalu indonesia telah dinyatakan bebas polio.

Seandainya saja orangtua tahu lebih banyak mengenai imunisasi, kejadian seperti ini mungkin bisa dicegah. Oleh karena itu, mari kita pelajari lebih lanjut mengenai imunisasi agar tidak salah mengambil keputusan suatu hari nanti.

Baca juga: Kisah Kepemimpinan Sambas, Naikkan Imunisasi MR Jadi 100 Persen

Mitos vaksin MMR sebabkan autisme

Dokter Andrew mengatakan bahwa vaksin MMR menyebabkan peradangan usus yang berujung pada autisme pada anak, padahal gejala autisme sendiri tidak didahului oleh adanya gangguan di sistem pencernaan.

Selain itu, virus yang terkandung dalam MMR (campak, gondok, dan rubella) terbukti tidak menyebabkan peradangan usus, maupun kerusakan membran yang melapisi sistem pencernaan.

Protein yang menurut dr. Andrew mengalir dari aliran darah sampai ke otak dan menyebabkan kerusakan sampai saat ini tidak terbukti adanya.

Mitos senyawa Thimerosal dalam vaksin

Kandungan etilmerkuri yang terdapat dalam thimerosal diduga menyebabkan autisme. Namun, argumen ini selanjutnya dipatahkan oleh perbedaan gejala yang dialami oleh anak penderita autisme dan anak yang keracunan merkuri.

Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa kandungan merkuri dalam vaksin masih di bawah ambang batas dan tidak akan menyebabkan keracunan.

Mitos imunisasi yang dilakukan bersamaan

Setelah teori bahaya vaksin MMR dan thimerosal berhasil dipatahkan, grup anti-vaksin mengusulkan teori baru bahwa pemberian vaksin yang bersamaan dapat melemahkan sistem pertahanan tubuh, sehingga timbul interaksi sistem saraf yang menyebabkan autisme pada anak yang memiliki risiko.

Seiring berjalannya waktu, teori ini pun dipatahkan oleh beberapa alasan, yaitu:

1. Sistem pertahanan anak, bahkan anak yang baru berusia hitungan hari, tetap bisa memberikan respon positif terhadap beberapa vaksin yang diberikan sekaligus.

2. Autisme bukan penyakit yang disebabkan oleh gangguan sistem pertahanan tubuh. Tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa gangguan sistem pertahanan atau peradangan sistem saraf bisa menyebabkan autisme.

Baca juga: MUI: Dalam Situasi Darurat, Imunisasi adalah Kewajiban

Upaya penipuan

Pada tahun 2004, rekan-rekan dr. Andrew menyatakan untuk menarik kembali tulisan tersebut, namun dia tetap bersikukuh untuh mempertahankan penelitiannya. Namun, dr. Andrew tidak berani saat diminta untuk mengulangi kembali penelitiannya agar didapat hasil yang valid.

Adalah seorang jurnalis inggris, Brian Deer, yang membuka fakta-fakta pemalsuan dan kesalahan dalam penelitian itu. Setelah penyelidikan selama 7 tahun, Brian menyimpulkan bahwa dr. Andrew dan rekannya mengubah pernyataan dan rekam medis pasien agar sesuai dengan hasil penelitiannya.

Terungkap pula bahwa institusi yang menaungi dr. Andrew, Royal Free Hospital and Medical School, mendukung tindakan dokter tersebut agar mendapatkan keuntungan finansial dari hasil tuntutan kepada produsen vaksin yang berdasar atas keluhan autisme pada anak yang menerima imunisasi MMR.

Saat ini, izin praktik dr. Andrew sudah dicabut, begitu pula kredensial akademik dan klinisnya.

The Lancet, majalah dimana penelitian ini diterbitkan, mencabut publikasi penelitian ini pada tahun 2010. Tahun berikutnya, British Medical Journal menyatakan bahwa penelitian ini merupakan penipuan yang disengaja dengan dampak yang besar terhadap kesehatan masyarakat global.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com