Penting untuk memahami jalur yang mengontrol pertumbuhan penis.
Kelainan yang mengganggu pertumbuhan penis adalah salah satu kelainan kelahiran paling umum untuk manusia, dengan hipospadia (kelainan yang menganggu pertumbuhan uretra) yang saat ini menjangkiti sekitar 1 dari setiap 115 laki-laki yang lahir di Australia, dan angka ini akan terus meningkat.
Bahkan, kejadian hipospadia telah berlipat ganda dalam 40 tahun terakhir. Peningkatan kejadian yang begitu cepat telah dikaitkan dengan faktor lingkungan, dengan bahan kimia pengganggu endokrin (EDC) dianggap sebagai penyebab utama.
EDC adalah bahan kimia buatan manusia yang digunakan di banyak industri—contohnya, dalam produksi plastik, kosmetik, penghambat api, dan pestisida. Mereka dapat mengganggu hormon dan sistem metabolisme dalam tubuh kita.
Dari 1.484 EDC yang teridentifikasi saat ini, sebagian besarnya diketahui dapat mengganggu pertumbuhan alat reproduksi laki-laki.
Banyak penelitian yang mengidentifikasi bagaimana EDC mengganggu organ-organ, seperti hati dan adrenal, yang menyebabkan penyakit dan kelainan yang merusak kesehatan organ ini dan mengganggu pertumbuhan laki-laki.
Jalur “pintu belakang”
Dengan mengukur hormon dari sampel darah dan jaringan selama trimester kedua dari pertumbuhan janin manusia, penelitian baru ini dapat membantu kita memahami jalur produksi DHT dan maskulinisasi penis.
Riset ini mengisyaratkan bahwa selain jalur yang sudah ada (testosteron dari testis diubah menjadi DHT dalam GT dan membentuk pertumbuhan penis), steroid laki-laki dihasilkan oleh organ lain seperti plasenta, hati, dan kelenjar adrenal lewat sebuah proses yang disebut jalur “pintu belakang” untuk membantu maskulinisasi.
Jalur pintu belakang ini pertama kali ditemukan lewat penelitian yang dilakukan di Australia terhadap mamalia berkantung.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan EDC mungkin memiliki efek dalam jaringan non-reproduksi, termasuk adrenal dan hati, dan lalu menyebabkan penyakit reproduksi laki-laki seperti hipospadia.
Hal ini juga mengindikasikan cacat plasenta, seperti pembatasan pertumbuhan intrauterin yang menghasilkan bayi lahir dengan ukuran kecil, dapat berkontribusi terhadap penyakit reproduksi laki-laki pada manusia.
Penelitian berikutnya diperlukan untuk melanjutkan temuan menarik ini untuk mencari kemungkinan jalur baru dari kelainan yang dimulai dalam masa kehamilan.
Mark Green
Merck Serono Senior Lecturer in Reproductive Biology, University of Melbourne
Andrew Pask
Professor, University of Melbourne
Artikel ini dipublikasikan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia dari judul asli "Anda perlu lebih dari sekadar testis untuk punya penis". Isi artikel di luar tanggung jawab Kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.