Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/02/2019, 22:56 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis


KOMPAS.com - Sampai tahun 2018 terdapat kurang lebih delapan juta hektar lubang tambang belum direklamasi, yang terdiri dari perusahaan besar, tambang rakyat, dan 500.000 hektar terindikasi area tambang tanpa izin.

Berkaitan dengan lubang yang tidak ditutup tersebut, Joko Widodo mengatakan sejak 2015 pemerintah bekerja sama dengan KPK dalam program penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA).

"Banyak sekali yang sudah dikerjakan bersama KPK. Di samping penegakan hukum, kita juga mengerjakan banyak hal. Di tambang bukit asam sebagian besar yang ditambang sudah dihutankan kembali," kata Jokowi.

Kemudian Jokowi juga menambahkan selain penghutanan beberapa tambang dilakukan reklamasi kembali.

"Ada yang jadi pantai wisata, ada juga yang lubang galian jadi kolam ikan besar," ungkapnya.

Baca juga: Dua Klaim Lingkungan Jokowi dalam Debat Capres yang Bikin Blunder

Berkaitan dengan hal tersebut, Iqbal Damanik selaku peneliti Auriga mengatakan bahwa dorongan pemerintah  untuk menjadikan lubang tambang sebagai tempat pariwisata atau penggunaan lain seperti untuk perikanan dan peternakan bertentangan dengan UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Pertambangan Batubara.

"Dalam UU tersebut pemegang izin (IUP, KK, PKP2B) berkewajiban melakukan reklamasi dan rehabilitasi pasca tambang," ujar Iqbal dalam forum grup cek fakta antar media Indonesia.

Menurutnya, lubang tambang yang ditinggalkan sangat berbahaya karena kandungan mineral di dalam air.

Ambil contoh di Kalimantan Timur, setidaknya ada 32 orang meninggal dunia di lubang tambang.

"Bahkan jika dijadikan kolam ikan, kandungan mineral akan tercemar pada Ikan pada lubang tambang tersebut dalam tidak layak dikonsumsi," imbuhnya.

Menurutnya, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengembalikan lahan yang terbuka menjadi hijau kembali.

"Tidak direklamasinya lubang tambang adalah pelanggaran hukum," tegasnya.

Baca juga: Pemberian Hak Konsesi Masyarakat Adat dari Jokowi Faktanya Berbeda

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com