KOMPAS.com - Sebuah cincin pelangi dilaporkan terlihat di beberapa wilayah Jawa Tengah bagian barat pada Senin (11/02/2019). Salah satunya dilaporkan oleh Marufin Sudibyo, seorang astronom amatir.
Menurut Marufin, banyak orang menyangka fenomena ini adalah cincin surya. Padahal, menurutnya, fenomena ini sebenarnya adalah halo Matahari.
"(Ini) juga bukan fenomena langit, karena sejatinya terjadi dalam atmosfer Bumi kita saja," tulis Marufin dalam keterangan foto yang diunggahnya.
Marufin menjelaskan, halo Matahari terjadi karena pembiasan cahaya Matahari oleh awan tinggi nan tipis yang disebut awan Cirrus.
Baca juga: Ahli Paparkan Bukti Matahari Bisa Jadi Bola Kristal di Akhir Hidupnya
"Terutama bila awan itu mengandung butir-butir es mikro berstruktur heksagonal lempeng. Jadi proses pembentukan halo Matahari mirip dengan pelangi," kata Marufin.
Bedanya, pada pembentukan pelangi, posisi Matahari ada di belakang kita. Sedangkan tetes-tetes hujan ada di depan kita.
Berkas cahaya Matahari lalu dibiaskan oleh tetes-tetes air hujan tersebut dan dipantulkan sempurna sehingga arahnya berkebalikan dibanding arah datangnya cahaya Matahari.
Proses ini membentuk busur cahaya setengah lingkaran yang dilengkapi komponen warna hingga membentuk pelangi.
"Sementara pada halo Matahari, awan dan Matahari ada di depan kita. Cahaya Matahari dibiaskan butir-butir es dalam awan tanpa dipantulkan lagi," kata Marufin.
"Sinar hasil pembiasan nampak sebagai lingkaran bercahaya putih (bila awannya sangat tipis) atau bahkan lingkaran bercahaya pelangi (jika awannya sedikit lebih tebal). Pusat lingkaran persis berimpit dengan posisi Matahari dan diameter lingkarannya sebesar 22 derajat," imbuhnya.
Marufin menambahkan, halo Matahari sering terbentuk di kawasan yang sedang dinaungi awan Cirrus sementara kedudukan Matahari setempat ada di sekitar titik kulminasi atasnya.
"Maka sederhananya halo Matahari sering terlihat di waktu Dhuhur. Durasi ketampakan halo Matahari tergantung posisi Matahari dan dinamika awan Cirrus itu sendiri. Ada yg berjam jam, ada pula yg singkat saja," tutur Marufin.
Menurut astronom amatir itu, citra satelit Himawari kanal inframerah global memang memperlihatkan ada pertumbuhan awan Cirrus di atas Jawa Tengah bagian barat pada siang tadi.
"Spot-spot awan itu terdeteksi di atas Tegal, Banyumas, Kebumen dan juga bagian Laut Jawa. Jadi wajar jika penduduk kawasan itu menyaksikan halo Matahari," tegasnya.
Baca juga: Penjelajah NASA Potret Matahari Secara Close Up, Begini Hasilnya
Bukan Pertama Kali
Fenomena halo Matahari bukan pertama kali ini terjadi. Sebelumnya, pada September 2008 halo Matahari terlihat di atas langit kota Medan.
Saat itu halo Matahari terlihat mulai dari pukul 11.00 hingga 13.00.
Oktober 2010, warga Padang dan Bogor juga berkesempatan menyaksikan langsung fenomena ini. Tahun 2011, halo Matahari terlihat di atas langit Yogyakarta.
Beda dengan Pelangi
Saat itu, Kepala Laboratorium Hidrometeorologi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Sudibyakto mengatakan, peristiwa ini biasa terjadi pada musim hujan saat banyak uap air naik ke troposfer yang berketinggian 10-40 kilometer.
Akibatnya, suhu troposfer sangat dingin, antara minus 30-40 derajat celsius. Pada saat itulah uap air di lapisan troposfer berfungsi sebagai lensa yang dapat memantulkan cahaya matahari.
Sudibyakto juga menjelaskan warna halo Matahari yang tidak selengkap pelangi. Menurutnya, hal itu karena perbedaan sudut pantul cahaya.
Halo Matahari biasa terjadi siang atau saat posisi matahari tepat di atas kepala. Sudut tegak lurus itu membuat warna yang terbiaskan tak selengkap pelangi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.