KOMPAS.com — Anda mungkin sering mendengar larangan tidur seusai makan atau perintah memberi jeda antara waktu makan dan tidur. Biasanya, memberi jeda antara makan dan tidur dihubungkan dengan pencegahan kenaikan berat badan dan risiko kesehatan lainnya.
Namun, apakah larangan tersebut sudah tepat?
Para peneliti dari Sekolah Pascasarjana Ilmu Kesehatan di Universitas Okayama, Jepang, menolak larangan tersebut.
Mereka mengatakan, memberi jeda 2 jam antara makan dengan waktu tidur mungkin tidak memengaruhi kadar glukosa dalam darah.
Dalam laporan di jurnal BMJ Nutrition, Prevention and Health itu menganalisis data yang dikumpulkan dari tahun 2012 hinga 2014.
Baca juga: Langsung Tidur Setelah Makan Tingkatkan Risiko Kanker
Pesertanya adalah 1.573 orang berusia 65 tahun atau lebih yang sehat dari Okayama di Jepang bagian barat.
Semua peserta tercatat tidak memiliki kondisi kesehatan yang terkait dengan diabetes.
Para peneliti mengamati pola makan, kecepatan makan, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok para peserta.
Selama penelitian, tim juga memantau kadar gula darah (HbA1c). Sebagai informasi, sebagian kecil peserta secara teratur pergi tidur dalam waktu 2 jam setelah makan.
Dari pengamatan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa meninggalkan setidaknya 2 jam antara makan dan tidur memiliki pengaruh sangat kecil pada kenaikan gula darah.
Mereka juga menegaskan bahwa faktor gaya hidup, seperti tekanan darah, aktivitas fisik, dan minum berlebihan, mempunyai dampak lebih signifikan pada kadar glukosa darah.
"Bertentangan dengan kepercayaan umum, memastikan ada jeda antara makan terakhir dengan waktu tidur tidak secara signifikan memengaruhi level HbA1c," ungkap para peneliti dikutip dari The Independent, Selasa (22/01/2019).
"Lebih banyak perhatian harus diberikan pada porsi makan sehat, komponen makanan, waktu tidur cukup, dan menghindari rokok, alkohol, serta kelebihan berat badan, karena variabel-variabel ini memiliki pengaruh lebih mendalam pada proses metabolisme," imbuhnya.
Meski demikian, beberapa peneliti lain tidak begitu saja menerima simpulan dari penelitian ini. Apalagi, makanan khas Jepang kaya akan sayuran serta ukuran porsinya kecil.
Di sisi lain, pola makan negara lain banyak mengandung gula tambahan yang berkontribusi pada kenaikan berat badan. Ini menjelaskan mungkin ada perbedaan mendasar dari temuan para peneliti Jepang itu.
Baca juga: Akibatnya jika Langsung Tidur Setelah Sahur
Mengenai faktor ukuran porsi, Anda harus memastikan bahwa makan dengan benar setiap waktu makan. Jika Anda cenderung melewatkan atau tidak makan cukup di siang hari, kemungkinan Anda akan makan berlebihan saat makan terakhir atau mengemil.
Dengan kata lain, asupan kalori tambahanlah yang menyebabkan kenaikan berat badan.
"Jadi bagaimana kita bisa menilai klaim tentang kapan harus makan? Sebenarnya, yang paling tepat adalah tidak semua jenis diet cocok untuk semua orang," kata Alex Johnstone dan Peter Morgan, pakar nutrisi dari University of Aberdeen dikutip dari The Conversation melalui Medical Daily, Selasa (22/01/2019).
Jadi, meski banyak orang merekomendasikan jeda 2 jam antara makan malam dan tidur, yang terbaik adalah berkonsultasi dengan ahli gizi.
"Beberapa orang akan dapat mengontrol berat badan lebih baik dengan sarapan berat sedang yang lain dengan makan malam besar. Anda dapat menilai bias biologis Anda sendiri," tambah keduanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.