KOMPAS.com - Sebuah studi baru dari Belanda mencari tahu ciri-ciri kepribadian dan emosi, dan menemukan ada lima jenis insomnia.
Studi ini dapat membantu kita untuk lebih memahami penyebab insomnia, serta bagaimana perawatan terbaik untuk menangani setiap jenisnya.
Studi yang dilakukan ahli dari Institut Neuroscience di Amsterdam, Belanda menerbitkan makalahnya di jurnal Lancet Psychiatry, Senin (7/1/2019).
Baca juga: Insomnia? Jangan Menambah Masalah dengan Tenggak Obat Tidur
Seperti diwartakan Live Science, Kamis (17/1/2019), sekitar 10 persen manusia di seluruh dunia mungkin pernah mengalami insomnia.
Menurut Institut Kesehatan Nasional (NIH), gejala utama insomnia adalah kesulitan tidur. Ada yang terjaga dalam waktu lama dan ada pula yang bangun terlalu pagi tapi tidak bisa kembali tidur.
Meski memiliki gejala yang sama, orang dengan insomnia memiliki respons pengobatan yang sangat bervariasi. Selain itu, upaya untuk menemukan "biomarker" untuk kondisi tersebut, seperti kesamaan dalam pemindaian otak terbukti sia-sia.
Perbedaan respons inilah yang menjadi alasan para ahli Belanda yakin bahwa ada lebih dari satu jenis insomnia.
Dalam upaya untuk menemukan jenis insomnia, para ahli menganalisis informasi lebih dari 4.000 orang yang mengisi survei online tentang kebiasaan tidur dan sifat lain dalam proyek bernama Dutch Sleep Registry.
Berdasar survei, sekitar 2.000 peserta mengaku menderita insomnia.
Untuk mengidentifikasi subtipe insomnia, para ahli melihat gejala yang berhubungan dengan tidur dan mempertimbangkan faktor lain termasuk ciri kepribadian, suasana hati, emosi, dan respons terhadap situasi yang membuat stres.
Mereka akhirnya menemukan bahwa insomnia dapat dibedakan ke dalam lima kategori, yakni:
Menurut ahli, tipe insomnia yang dimiliki seseorang selalu konsisten dari tahun ke tahun. Sebab, saat mereka disurvei lima tahun kemudian, hasilnya menunjukkan tipe insomnia yang sama seperti sebelumnya.
Merawat insomnia
Para ahli menemukan bahwa orang dengan tipe insomnia berbeda memiliki respons berbeda pula untuk pengobatan dan risiko depresinya.
Sebagai contoh, orang dalam tipe 2 dan 4 mengalami peningkatan paling dalam pada gejala tidur mereka setelah meminum obat penenang. Sementara orang di tipe 3 tidak mengalami reaksi dari jenis obat ini.
Selain itu, orang di tipe 2 masih dapat merespons jenis terapi bicara atau terapi perilaku kognitif dengan baik. Namun hal ini tidak berlaku untuk tipe 4.
Sementara orang dengan insomnia tipe 1 diyakini memiliki risiko depresi seumur hidup terbesar.
Studi menunjukkan bahwa perawatan insomnia tertentu dapat bekerja dengan sempurna bila diterapkan pada orang dengan tipe tertentu. Sebab itu penelitian di masa depan harus memeriksa hal ini.
Selain itu, identifikasi awal untuk orang dengan insomnia yang memiliki risiko paling besar mengalami depresi dapat membantu pencegahan depresi itu sendiri.
Tsuyoshi Kitajima dari bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kesehatan Fujita di Jepang berkomentar studi ini menunjukkan adanya tipe insomnia yang parah bagi sekelompok orang.
Misalnya orang dengan subtipe 1 dan 2 cenderung mengembangkan gejala di masa anak-anak atau remaja. Ini mirip gejala yang terlihat pada orang dnegan insomnia idiopatik, insomnia yang dialami seseorang di awal kehidupannya tanpa penyebab yang jelas.
Baca juga: 5 Dampak Buruk Insomnia
Namun perlu diketahui, insomnia idiopatik tidak lagi terdaftar sebagi jenis insomnia dalam manual diagnostik yang dikenal sebagai Klasifikasi Gangguan Tidur Internasional Edisi Ketiga.
Kitajima menyarankan, perlu adanya konfirmasi langsung terhadap orang yang benar-benar didiagnosis menderita insomnia.
Para penulis penelitian mencatata, partisipan mereka mengajukan diri untuk ikut serta dalam studi yang berhubungan dengan tidur, dan mungkin ada subtipe lain yang belum teridentifikasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.