Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
Himpunan Ahli Geofisika Indonesia

Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)

Mencermati Gas Hidrat Sebagai “Harta Karun” di Dasar Laut Indonesia

Kompas.com - 28/12/2018, 18:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tipe ini memiliki sifat isotop berat yang diindikasikan merupakan hasil dari migrasi ke arah atas endapan sedimen zona dalam. Tipe ini juga secara nyata dibentuk oleh dekompoisisi termal dari material organik.

Selain itu, gas hidrat juga dapat ditemukan di lingkungan daratan (continental) pada suatu lapisan dari batupasir atau batulanau dengan kedalaman kurang dari 800 meter. 


Perkembangan Gas Hidrat

Saat ini negara-negada di dunia tengah bersaing untuk mengembangkan potensi gas hidrat sebagai salah satu pemenuhan energi utama di dunia pada abad ke-21.

Hal ini dikarenakan kehadiran gas hidrat dipercaya oleh para peneliti sebagai potensi resource terbesar di dunia ketimbang kombinasi dari natural gas dan coal saat ini dari segi ekonomis dan kelimpahannya.

Akumulasi potensi terbesar di dunia, berdasarkan kalkulasi yang yang telah dilakukan, mayoritas berada pada bumi bagian utara seperti artik, Amerika, Soviet (Russia), dan lainnya.

Berdasarkan studi terhadap kehadiran gas hidrat sebagai salah satu bagian dari karbon organik, jumlah kelimpahan gas ini berhasil menutupi lebih dari setengah total keseluruhan (karbon organik) yang ada di muka bumi.

Ini artinya, jumlah gas hidrat di dunia secara nyata memiliki angka atau prosentase lebih besar dari karbon organik kovensional yang membentuk minyak dan gas bumi pada umumnya (konvensional).

Oleh sebab itu, gas hidrat selalu digadang-gadang sebagai energi masa depan yang cocok untuk menggantikan kehadiran migas konvensional ketika teknologi produksi sudah mampu dikembangkan dan diimplementasikan secara komersial. 

Produksi gas hidrat keseluruhan yang ada di dunia saat ini berada pada median 43.311 tcf, dengan total cadangan eksploitasi dan non-eksploitasi sebesar 706,200 tcf. Hal ini menjadikan bahwa produksi dari gas hidrat saat ini secara fakta masih sangat minim.

Persebaran gas hidrat di dunia termasuk di Indonesia terlihat pada Gambar 3.

Bahkan kebanyakan, implementasi gas hidrat dalam suatu negara masih berkutat dan berfokus pada studi laboratorium. Hal ini karena para peneliti masih mengkaji teknik-teknik efektif dan efisien untuk memproduksi akumulasi gas hidrat tertentu.

Teknik-teknik yang sudah dilakukan dalam upaya produksi gas hidrat adalah:

a. Metode Pengurangan Tekanan, dengan membuat hubungan antara formasi gas hidrat dan permukaan udara. Hal ini dilakukan agar tekanan formasi akan turun senilai dengan tekanan yang ada di permukaan atmosfer.

b. Metode Stimulasi Termal, dengan mekanisme injeksi air atau uap panas terhadap formasi gas hidrat. Metode ini bertujuan agar gas hidrat meleleh untuk mencapai keseimbangan termal dan gas hidrokarbon dapat diproduksi.

c. Metode Injeksi Inhibitor, dengan menginjeksikan zat kimia seperti methanol atau glycol ke dalam formasi gas hidrat. Metode ini ternyata mampu merusak kesetimbangan struktur dari gas hidrat dan membuat terjadinya pelepasan molekul hidrokarbon yang terkandung di dalamnya.

Negara seperti India, Amerika, Kanada, Jepang, dan Jerman kini tengah memusatkan salah satu fokus pemenuhan energinya pada gas hidrat. Meskipun secara data ilmiah rujukan akumulasi gas hidrat terbesar berada pada sisi utara lintang tinggi bumi, namun implementasi RD&D (Research, Development, and Demonstration) tertinggi nyatanya berada di kawasan Asia.

China (utama), India, Taiwan, dan Jepang memimpin dalam implementasi kegiatan ini.
Berdasarkan data yang diperoleh sejauh ini, pemanfaatan gas hidrat di Indonesia masih berada di angka nol. Belum ada aktivitas ekploitasi dan produk terhadap potensi gas hidrat yang ada di Indonesia. (Ryan Bobby Andika; Exploration Geophysicist Intern pada Pertamina Hulu Energi, Anggota Himpunan Ahli Geofisika Indonesia) 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau