Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Mengenal Fenomena "Sinkhole" dalam Amblesnya Jalan Gubeng Surabaya

Kompas.com - 22/12/2018, 17:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Dian Fiantis dan Budiman Minasny

PADA 18 Desember malam permukaan Jalan Raya Gubeng di Surabaya, Jawa Timur ambles. Lubang sebesar ukuran kolam renang olimpiade terbentuk setelah alat berat (crane) yang digunakan untuk membuat areal parkir bawah tanah sebuah rumah sakit swasta jatuh.

Foto-foto lubang di tengah jalan di Surabaya itu dengan cepat tersebar di media sosial dan menjadi pembicaraan masyarakat.

Fenomena tanah ambles yang terjadi di Surabaya tersebut dikenal juga sebagai sinkholes, swallet, swallow hole atau doline. Terminologi ini pertama kali diperkenalkan oleh R. W. Fairbridge pada 1968 di buku The Encyclopedia of Geomorphology.

Perbandingan kondisi Jalan Raya Gubeng Surabaya antara sebelum (kiri) dan setelah (kanan) ambles. Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan tanah ambles karena dinding galian tidak kuat menahan beban di bagian dekat jalan. Konstruksi dinding tidak kuat. Sutopo Purwo Nugroho/BNPB, CC BY-SA

Apa itu sinkhole?

Sinkhole awalnya didefinisikan sebagai kejadian depresi atau turunnya permukaan tanah secara alami dan berbentuk bulatan pada daerah karst atau berkapur.

Kini, definisi sinkhole diperluas. Setiap kejadian runtuhnya permukaan tanah bukan hanya di daerah karst dan kejadian alami, tapi juga akibat ulah manusia dengan beragam bentuk dipahami sebagai sinkhole.

Fenomena tanah ambles ini kerap terjadi di daerah karst atau bukit berkapur akibat adanya pelarutan dari kapur secara alami atau akibat hujan asam. Laju pelarutan ini sangat lambat (beberapa milimeter selama ribuan tahun).

Selain kerap terjadi di daerah karst, sinkhole juga bisa terjadi karena turunnya tanah secara perlahan akibat kehilangan lapisan bawah-permukaan oleh gravitasi. Erosi lapisan sedimen atau perubahan struktur tanah juga bisa menyebabkan tanah ambles.

Tipe sinkhole yang terakhir sangat berbahaya sebab kejadiannya bisa cepat dan tak terduga.

Di mana sering terjadi sinkhole?

Tanah ambles biasanya terjadi pada daerah karst. Areal pertambangan di Kota Napoli, Italia sering sekali mengalami tanah ambles. Pada periode 1915-2010 tanah ambles terjadi 190 kali.

Kejadian ini disebut sebagai kejadian bencana antropogenik, bencana yang terjadi akibat aktivitas manusia. Kota Napoli tersusun oleh deposit pumice-tuff atau tufa-batu apung erupsi dari gunung Somma-Vesuvius. Ada jejaring terowongan bawah tanah dan lapisan air bawah tanah yang dangkal.

Sekitar 2.000 tahun yang lalu, dibuat terowongan bawah tanah untuk mengalirkan air dan pengambilan material untuk bangunan. Dampak kegiatan inilah yang menyebabkan seringnya ambles tanah Kota Napoli.

Sinkhole terjadi di berbagai wilayah di dunia. Selain Napoli, tanah ambles juga terjadi di desa Pinzon de Morado (Meksiko), Guatemala, Bosnia, Kentucky, dan Florida Amerika Serikat. Kerugian akibat amblesnya tanah di Florida antara US$22-65 juta setahun, sedangkan di Spanyol pada 2003 mencapai 4,8 juta Euro.

Di Indonesia, selain Surabaya, tanah ambles terjadi di Sukabumi pada 6 September 2018. Warga Tulung Agung, Jawa Timur pada Februari 2018 terdampak amblesnya tanah sedalam 20 sentimeter sampai satu meter menyebabkan sebagian dinding rumah roboh.

Tercatat ada 11 kejadian tanah amblas daerah berkapur Gunung Kidul Yogyakarta dengan diameter lubang 2-5 meter dengan kedalaman sampai enam meter.

Akibat aktivitas manusia

Beberapa aktivitas manusia yang dapat menyebabkan tanah ambles adalah: penghisapan dan penggunaan air bawah tanah secara berlebihan, pemindahan lapisan tanah saat pembuatan terowongan, pembuatan ruang bawah tanah atau penambangan, perubahan drainase aliran air permukaan dan penimbunan material sedimen.

Di Korea Selatan, tiga lokasi mengalami tanah ambles akibat aktivitas manusia. Pertama, di Incheon akibat konstruksi jalur kereta bawah tanah; kedua, depan kantor parlemen Seoul akibat adanya rembesan air drainase dan buangan; ketiga, di distrik Songpa karena konstruksi bangunan besar.

Kejadian amblas tanah pada jalan raya juga dilaporkan terjadi jalan di Cuernavaca Meksico, di Harbin, Cina; di trotoar di London, Inggris; dan Fukoaka, Jepang.

Bisakah sinkholes diprediksi?

Sayangnya, kemajuan teknologi pemantauan amblesnya tanah saat ini belum dapat dengan cepat dan tepat memprediksi kapan tanah akan ambles. Teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan radar hanya dapat digunakan untuk memonitor terjadinya penurunan permukaan tanah, awal akan terjadinya sinkholes.

Para peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabayatelah melakukan hal ini dan memang menemukan bahwa tanah di Surabaya menurun antara 0,1-7,8 cm.

Penelitian menggunakan data satelit Alos Palsar menemukan penurunan muka tanah di Lhokseumawe, Medan, Jakarta, Bandung, Blanakan, Pekalongan, Bungbulang, Semarang, dan Sidoarjo.

Di kota-kota ini terjadi penurunan permukaan tanah dengan laju sampai 22 cm per tahun. Penyebab penurunan tanah di Kota Lhokseumawe dan Sidoarjo adalah eksplorasi gas bumi. Sedangkan pada kota-kota lain, penyebab utama terjadinya penuruan permukaan tanah akibat penghisapan air bawah tanah untuk industri, rumah tangga dan pertanian.

Di Korea Selatan, kamera termal inframerah telah dimanfaatkan untuk memonitor pergerakan permukaan tanah di Korea Selatan. Daerah yang berpotensi permukaan tanahnya akan ambles mempunyai energi termal yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah sekitarnya.

Rehabilitasi daerah terdampak

Beragamnya faktor penyebab ambles permukaan tanah agak menyulitkan untuk menyusun rencana rehabilitasi yang efisien dan efektif. Pemerintah Afrika Selatan telah menyusun pedoman rehabilitasi kawasan karst yang ambles permukaan tanahnya.

Pada tahap awal perlu diketahui kedalaman amblesnya tanah apakah masuk kritera dangkal (< 8 m), sedang (8-15 m) dan dalam (> 15 m). Dengan rujukan ini, tanah ambles di Surabaya masuk kategori dalam.

Para peneliti tersebut menyarankan sembilan model rehabilitasi berdasarkan kedalaman amblesnya tanah, antara lain dengan meratakan sisi yang ambles, pemancangan pipa-pipa untuk memperkuat sisi yang lemah, mengisi rongga yang ada dengan campuran semen, tanah dan kerikil.

Relokasi disarankan untuk kawasan yang amblesnya termasuk kategori dalam karena biaya untuk rehabilitasi akan sangat mahal.

Tindakan pencegahan dini yang dapat dilakukan antara lain mengurangi penghisapan air tanah secara berlebihan sehingga tidak ada rongga antara lapisan tanah. Adanya rongga ini akan membuat kawasan itu sangat rentan untuk runtuh di masa depan.

Jika akan mengeruk tanah untuk membuat terowongan atau ruang bawah tanah, para perencana perlu mencermati kondisi geologi daerah tersebut lebih dahulu. Pemetaan kawasan berpotensi ambles dengan skala peta operasional sudah mendesak untuk dibuat dan bisa dijadikan pedoman semua pihak yang berkepentingan.

Dian Fiantis

Professor of Soil Science, Universitas Andalas

Budiman Minasny

Professor in Soil-Landscape Modelling, University of Sydney

Artikel ini dipublikasikan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia dari judul asli "Mengapa Jalan Raya Gubeng Surabaya bisa ambles?". Isi artikel di luar tanggung jawab Kompas.com.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau