KOMPAS.com - Bagi Anda pecinta bawah laut mungkin tidak asing dengan situs Great Blue Hole. Lubang raksasa yang terletak 70 kilometer dari pesisir Belize, Amerika Tengah, serta memiliki panjang 318 meter dan kedalaman 125 meter.
Ini adalah lubang bawah laut terdalam kedua setelah Dragon Hole di China yang memiliki kedalaman sekitar 300 meter.
Selain berukuran raksasa, struktur ini terletak di tengah terumbu karang terbesar kedua di dunia, Belize Barrier Reef, dan menjadi situs warisan dunia UNESCO.
Sejak Jacques Cousteau, ahli biologi kelautan menjelajah situs tersebut dan membuat dokumenternya pada 1971, situs ini menjadi sangat populer dan mengundang banyak penyelam mengunjunginya. Saat itu, Cousteau juga menyebut Great Blue Hole sebagai satu dari lima situs menyelam terbaik di dunia.
Meski jutaan orang telah mengunjungi Great Blue Hole, belum ada yang menyentuh bagian dasar lubang raksasa yang diperkirakan terbentuk sejak akhir zaman Es.
Baca juga: 12 Kilometer di Bawah Tanah, Inilah Lubang Terdalam di Dunia
Situasi berubah ketika belum lama ini pendiri perusahaan Virgin Group, Richard Branson, mengajak cucu Jacques Cousteau - Fabien Cousteau - dan para ahli lain untuk menyelami Great Blue Hole.
Eksplorasi Great Blue Hole
Rata-rata penyelam biasanya hanya mampu turun sampai di kedalaman 40 meter. Ini artinya penyelaman yang dilakukan Branson dan timnya adalah yang pertama mencapai dasar laut.
Right now we're seeing proof that the sea levels were once hundreds of feet lower. #DiscoveryLive #BlueHole pic.twitter.com/8FhTBqq7cz
— Discovery (@Discovery) December 2, 2018
Branson, Fabien Cousteau, dan timnya melakukan penjelajahan Great Blue Hole menggunakan bantuan kapal selam, sebagai bagian dari ekspedisi Aquatica Submarines. Sebelumnya mereka sudah berkali-kali menyelami situs ini.
Selain menjadi yang pertama menyelami dasar Great Blue Hole, mereka juga berhasil mendapat gambar beresolusi tinggi dan memetakan interior lubang raksasa itu dengan 3D yang detail.
Selain itu, tim juga mengumpulkan dan menganalisis data ilmiah berkaitan dengan kualitas air dan bakteri yang hidup di sana.
Mereka menemukan sesuatu yang mungkin akan menarik minat studi di masa depan, yakni rendahnya lapisan oksigen di dasar laut.
Analisis sedimen di Great Blue Hole juga menunjukkan periode kekeringan ekstrem selama abad ke-10, ini membuktikan lingkungan mungkin ambil bagian dalam runtuhnya peradaban suku Maya antara 800 sampai 1.000 SM.
Eksplorasi bagian pertama telah ditayangkan di Discovery Channel pada Minggu (2/12/2018) dan tim akan terus mengeksplorasi lubang raksasa itu sampai dua minggu ke depan.
Baca juga: Muncul Lubang Raksasa di Selandia Baru, Ini Sebabnya
Misi Penjelajahan
Dilansir IFL Science, Jumat (7/12/2018), Branson berharap keikutsertaannya dalam proyek ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan konservasi laut dan membantu melindungi 30 persen lautan pada 2030.
Selama ekspedisi, kelompok ini menemukan sesuatu yang menarik tentang asal usul Great Blue Hole.
We know that the #BlueHole was once a dry cave because stalactites like this can only form on dry land. #DiscoveryLive pic.twitter.com/L5JGygQS7p
— Discovery (@Discovery) December 2, 2018
Tim mengatakan, mereka menemukan bukti bahwa Great Blue Hole tidak selalu terendam air laut yang ditunjukkan dengan temuan stalaktit besar di dinding selatan lubang.
Ini jelas membuktikan bahwa Great Blue Hole sebelumnya adalah gua. Seperti kita tahu, stalaktit hanya tubuh di gua kering.
"Ini juga membuktikan, bahwa permukaan laut dulunya jauh lebih rendah dan naik secara dramatis karena perubahan iklim," kata Branson.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.