Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prihadi Murdiyat
Dosen Politeknik Negeri Samarinda serta Peneliti WSN dan pemanfaatannya

Dr. Ir. Prihadi Murdiyat, MT adalah dosen Jurusan Teknik Elektro dan juga dosen Jurusan Teknologi Informasi di Politeknik Negeri Samarinda. Prihadi juga peneliti Wireless Sensor Network (WSN) dan pemanfaatannya. Lulusan Curtin University, Perth, Western Australia, PhD on Electrical and Computer Engineering; Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Magister Teknik, Teknik Elektro; dan Universitas Brawijaya Malang, Sarjana Teknik, Teknik Elektro.

Memprediksi Tanah Longsor dengan Wireless Sensor Network

Kompas.com - 07/12/2018, 16:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sensor-sensor pada SN akan mengukur berbagai variabel fisik dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Oleh unit prosesor yang ada pada SN, sinyal ini di ubah menjadi sinyal informasi yang kemudian dikirim secara periodik oleh unit pemancar dan penerima (transceiver) kepada BS.

SN harus dapat dipasang dengan mudah di dekat lokasi di mana fenomena diukur, karena itu SN biasanya berukuran kecil. Untuk mencapai ukuran ini, tenaga listrik SN hanya tergantung pada baterai yang harus mampu bekerja pada waktu yang lama, misalnya beberapa bulan hingga satu tahun.

Agar dapat menghemat tenaga baterai, unit transceiver pada SN dirancang untuk mempunyai daya pancar yang rendah. Akibatnya, jangkauan pemancar pada SN hanya mampu mencapai BS, dan tidak mungkin berkomunikasi langsung dengan CS yang jaraknya bisa mencapai puluhan hingga ratusan kilometer.

Berbeda dengan SN yang hanya dilengkapi dengan pemancar sederhana berdaya kecil, BS dilengkapi dengan fasilitas komunikasi yang lebih baik karena harus mampu melakukan komunikasi jarak jauh dengan CS.

Jika di sekitar lokasi pengamatan terdapat infrastruktur telekomunikasi seperti base transceiver station (BTS) milik operator semacam Telkomsel, maka BS dilengkapi dengan unit transceiver sebagaimana yang ada pada telpon bergerak (handphone). Sehingga komunikasi dengan CS bisa dilakukan melalui fasilitas yang telah tersedia ini.

Namun, jika infrastruktur komunikasi tidak terdapat pada lokasi pengamatan, komunikasi jarak jauh antara BS dan CS dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas satelit.

Pilihan lainnya adalah komunikasi radio pada pita frekuensi HF (high frequency), dengan frekuensi antara 3 MHz hingga 30 Mhz, yang gelombangnya mampu merambat dalam jarak puluhan hingga ratusan kilometer.

Untuk mengamati dan memperkirakan terjadinya tanah longsor, metode yang berbeda-beda diterapkan pada jaringan-jaringan WSN yang telah dioperasikan di berbagai negara di luar Indonesia.

Jenis-jenis variabel yang diukur dan jenis sensornyapun juga berbeda. Jenis sensor yang paling umum adalah accelerometer, yang digunakan untuk mengukur pergerakan permukaan tanah.

Di pasaran, unit sensor yang terpasang pada papan printed circuit board (PCB) seluas 2 cm persegi ini, mampu mengukur pergerakan linier dalam arah 3 dimensi. Untuk meningkatkan kemampuan sensor dalam menentukan orientasi, unit gyroscope kini ditambahkan pada sensor-sensor accelerometer.

Tentu saja, untuk memperkirakan tingkat risiko bencana longsor, pengukuran pergerakan tanah tidaklah cukup. Beberapa sistem WSN yang lebih canggih juga mengukur temperatur tanah dan udara, kelembaban udara, kadar air dalam tanah, serta besar retakan dalam tanah.

Dengan menggunakan variabel-variabel ini, tingkat risiko longsornya tanah bahkan dapat diperkirakan jauh hari sebelum musim hujan datang.

Dengan prakiraan yang diperoleh lebih awal, berbagai upaya pencegahan dapat dilakukan segera. Di antaranya adalah membuat penahan tanah dengan struktur yang lebih kuat di lokasi-lokasi tertentu, merendahkan bagian tanah yang terlalu tinggi, atau bahkan merubah arah longsoran jika longsor diperkirakan tetap akan terjadi.

Hal yang terakhir ini terinspirasi dari teknik yang biasa dilakukan di negara-negara maju yang rawan longsor salju seperti Swiss. Di negara ini, tumpukan salju tebal di atas gunung yang diperkirakan dapat jatuh ke perumahan penduduk, diledakkan di beberapa bagian, sehingga tidak sempat berkumpul untuk menjadi longsoran yang besar.

Selain itu, arah longsorannyapun dapat dikendalikan untuk menjauh dari pemukiman penduduk di bawahnya.

Akhirnya, semoga tulisan ini dapat menjadi pendorong bagi banyak pihak di negeri ini untuk melakukan usaha-usaha terbaik dalam mengurangi bahaya longsor dan jatuhnya korban.

Penggunaan teknologi modern semacam WSN sangatlah diperlukan, apalagi jika negara ini tidak ingin tertinggal dari negara lain dalam menyongsong lahirnya era Industri 4.0, di mana smart sensor adalah salah satu penunjang utamanya. (Dr. Ir. Prihadi Murdiyat, MT,  Dosen Politeknik Negeri Samarinda, Peneliti WSN dan pemanfaatannya)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com