Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Usaha Orang Jawa Kenang Leluhur Saat Hidup di Belanda

Kompas.com - 29/11/2018, 07:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Kerinduan akan romantisme tradisi leluhur merupakan rasa yang terus dipupuk dan dijaga keturunan Jawa di mancanegara, khususnya Belanda dan Suriname.

Jauh dari rumah bukan halangan bagi mereka untuk mencintai tanah leluhur. Memori terakhir yang dibawa ke Benua Biru terus diwariskan ke anak cucu, salah satunya bahasa.

Banyaknya keturunan Jawa yang tersebar ke seluruh dunia, membuat bahasa Jawa menjadi salah satu bahasa dengan jumlah penutur terbanyak, sekitar 20 persen, menurut Erlina Hidayati Sumardi, Kepala Bidang Sejarah, Bahasa, dan Sastra Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta dalam seminar Diaspora Jawa di Yogyakarta, Selasa (27/11/2018).

Baca juga: Menilik Jejak Diaspora Jawa, Menjaga Tradisi Leluhur di Negeri Orang

Selain bahasa, berikut beberapa hal yang terus dilestarikan diaspora Jawa di Belanda, Suriname, atau negara lainnya yang kami rangkum dari buku Babad Jawa ing Paran, Wong Jawa ing Landa, dan Gambar Urip Wong Jowo ing Londo.

Ketiganya merupakan hasil tulisan Masdar Faridl, Laga Adhi Dharma, Agit Primaswara, Fuji RIang Prastowo, dan Ferdi Arifin yang ditulis dalam tiga bahasa, yakni bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa serta diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta.

1. Mengenang leluhur dalam bingkai foto

Mengenang dan mengenal akar leluhur lewat bingkai foto. Mengenang dan mengenal akar leluhur lewat bingkai foto.

Orang Jawa-Suriname di Belanda mempunyai tradisi penting dalam mengenang leluhur mereka.

Tradisi tersebut tidak melulu dilakukan dengan ritual adat istiadat Jawa, melainkan hanya memajang foto-foto leluhur di rumah.

Salah satunya seperti dilakukan Simon Djasman yang tinggal di Kota Terneuzen.

Memajang foto leluhur Jawa dalam tradisi Jawa-Suriname bertujuan untuk mengenang leluhur sepanjang masa.

Ini juga menjadi cara untuk mengenalkan leluhur kepada para keturunan Jawa-Suriname (yang sudah pada generasi keempat).

2. Piknik ala Jawa di Belanda

Pada saat tertentu, orang Jawa di Belanda akan berkumpul dan melakukan tradisi seperti yang leluhur mereka lakukan.

Tradisi seperti risjtafel (jamuan makan bersama), plezier (jalan-jalan), dan tradisi piknik lainnya.

Salah satu tempat yang biasa digunakan untuk melakukan tradisi ini adalah Pasar Indies Bronbeek yang letaknya ada di sekitar museum Bronbeek, gedung bersejarah yang menyimpan berbagai koleksi peninggalan Jawa-Indies di Belanda.

Di saat seperti ini, keturunan Jawa di Belanda dapat menikmati waktu dengan berbelaja, minum teh, atau sekadar berkumpul dengan komunitas Jawa di Belanda.

Barang yang dijual di pasar pun merupakan pernak-pernik khas Jawa yang susah ditemukan di Eropa.

3. Kuliner modifikasi

Kuliner modifikasi orang Jawa di Belanda. Dalam acara seperti kenduri, slametan, bancaan, dan lain sebagainya, orang Jawa di Belanda tetap menyediakan ingkung dan bakmi. Bedanya, alas ingkung bukan dari daun pisang tapi aluminium foil, dan bakminya terbuat dari spageti. Kuliner modifikasi orang Jawa di Belanda. Dalam acara seperti kenduri, slametan, bancaan, dan lain sebagainya, orang Jawa di Belanda tetap menyediakan ingkung dan bakmi. Bedanya, alas ingkung bukan dari daun pisang tapi aluminium foil, dan bakminya terbuat dari spageti.
Berbeda dengan kuliner di Jawa yang merupakan hasil ekologi tanah Jawa, warisan kuliner di Belanda merupakan bentuk modifikasi makanan Jawa dan Eropa.

Misalnya ada bakmi yang dibuat dari spageti atau ingkung modern yang disajikan di atas aluminium foil, bukan menggunakan alas daun pisang.

4. Merawat kesenian di Benua Biru

Kesenian Jawa dapat membaur dengan budaya masyarakat Belanda di Eropa.

Eksistensi di tanah perantauan tidak lepas dari peran para keturunan Jawa di Belanda yang merawat kesenian leluhur dan mengenalkannya kembali kepada keturunannya maupun masyarakat Belanda dan Eropa.

Kesenian Jawa di Belanda mengalami proses transformasi dan kreasi. Tidak semua kesenian Jawa di Belanda sama persis dengan yang berkembang di Tanah Air.

Kesenian Jawa seperti gamelan dan tari Jawa juga terus dilestarikan di benua biru. Pemilik gamelan sengaja mendatangkan gamelannya langsung dari Jawa untuk dimainkan komunitas Jawa di Belanda ataupun masyarakat asli Belanda. Kesenian Jawa seperti gamelan dan tari Jawa juga terus dilestarikan di benua biru. Pemilik gamelan sengaja mendatangkan gamelannya langsung dari Jawa untuk dimainkan komunitas Jawa di Belanda ataupun masyarakat asli Belanda.

Salah satu yang eksis adalah seni tari, wayang kulit, gamelan, seni bela diri pencak silat, dan berbagai permainan tradisional Jawa, misalnya balap karung.

Untuk gamelan, pemiliknya yang merupakan keturunan Jawa di Belanda sengaja mendatangkan berbagai macam instrumen ke Belanda.

Kesenian Jawa di Belanda menjadi bagian dari bentuk bakti kepada para leluhur orang-orang Jawa sekaligus mempererat hubungan antar keturunan Jawa agar tetap selaras.

Baca juga: Fosil Jari 90.000 Tahun di Arab Saudi, Bukti Kehebatan Migrasi Manusia

5. Besik kubur, besik ati

Sama seperti di Jawa, menjelang hari-hari besar para keluarga keturunan Jawa akan melakukan besik kubur atau membersihkan makam leluhur untuk memberikan tempat peristirahatan terbaik untuk roh leluhur.

Tradisi ini dilakukan di makam-makam Jawa yang ada di Belanda, misalnya komplek makam St Michiegesteel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau